Kamis, 06 Maret 2014

KULTUR JARINGAN TANAMAN COKLAT ( BIOTEKNOLOGI )


PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penyediaan bibit dalam pengembangan suatu tanaman atau dalam suatu proses produksi merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Proses produksi skala besar seperti tanaman hortikultura akan memerlukan bibit dalam jumlah besar, bibit dari varietas unggul, bebas hama dan penyakit dan penyediaan yang kontinyu. Bibit dari suatu varietas unggul yang dihasilkan oleh pemulia tanaman jumlahnya sangat terbatas, sedangkan bibit dibutuhkan sangat banyak. Beberapa tanaman perekbunan banyak yang sulit diperbanyak dengan konvensional baik secara vegetatif maupun generatif, selain itu bila diperbanyak dengan cara cangkok, stek, atau penempelan memerlukan bahan tanaman yang sangat besar untuk medapatkan bibit dalam jumlah besar.
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit dengan nilai sebesar US $ 701 juta.
Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an dan pada tahun 2002, areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 914.051 ha dimana sebagian besar (87,4%) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 6,0% perkebunan besar negara serta 6,7% perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Disamping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Indonesia sebenarnya berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia, apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dan agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola secara baik. Indonesia masih memiliki lahan potensial yang cukup besar untuk pengembangan kakao yaitu lebih dari 6,2 juta ha terutama di Irian Jaya, Kalimantan Timur, Sulawesi Tangah Maluku dan Sulawesi Tenggara. Disamping itu kebun yang telah di bangun masih berpeluang untuk ditingkatkan produktivitasnya karena produktivitas rata-rata saat ini kurang dari 50% potensinya. Di sisi lain situasi perkakaoan dunia beberapa tahun terakhir sering mengalami defisit, sehingga harga kakao dunia stabil pada tingkat yang tinggi. Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik untuk segera dimanfaatkan. Upaya peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang stratigis karena pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap.
Dengan kondisi harga kakao dunia yang relatif stabil dan cukup tinggi maka perluasan areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut dan hal ini perlu mendapat dukungan agar kebun yang berhasil dibangun dapat memberikan produktivitas yang tinggi. Melalui berbagai upaya perbaikan dan perluasan maka areal perkebunan kakao Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 1,1 juta ha dan diharapkan mampu menghasilkan produksi 730 ribu ton/tahun biji kakao. Pada tahun 2025, sasaran untuk menjadi produsen utama kakao dunia bisa menjadi kenyataan karena pada tahun tersebut total areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan mencapai 1,35 juta ha dan mampu menghasilkan 1,3 juta ton/tahun biji kakao.
Untuk mencapai sasaran produksi tersebut diperlukan investasi sebesar Rp 16,72 triliun dan dukungan berbagai kebijakan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif. Dana investasi tersebut sebagian besar bersumber dari masyarakat karena pengembangan kakao selama ini umumnya dilakukan secara swadaya oleh petani. Dana pemerintah diharapkan dapat berperan dalam memberikan pelayanan yang baik dan dukungan fasilitas yang tidak bisa ditanggulangi petani seperti biaya penyuluhan dan bimbingan, pembangunan sarana dan prasaran jalan dan telekomunikasi, dukungan gerakan pengendalian hama PBK secara nasional, dukungan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan industri hilir.
Beberapa kebijakan pemerintah yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan agribisnis kakao 5 sampai 20 tahun ke depan antara lain: Penghapusan PPN dan berbagai pungutan, aktif mengatasi hambatan ekspor dan melakukan lobi untuk menghapuskan potangan harga, mendukung upaya pengendalian hama PBK dan perbaikan mutu produksi serta menyediakan fasilitas pendukungnya secara memadai
Oleh kerena itu pada produksi bibit kako ini dilakukan secara kultur jaringan. Salah satu keunggulan dari teknologi kultur jaringan ini dapat menghasilkan bibit tanaman yang seragam dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat. Hasilnya juga memiliki karakteristik tertentu yang menguntungkan, seperti tahan hama penggerek buah kakao (PBK), produksi tinggi dengan kandungan lemak tinggi. Dengan demikian kata Maulidin, dapat dikembangkan dalam skala besar untuk menghasilkan produksi dalam bentuk biji kakao.
Praktik produksi bibit tanaman kakao ini diharapkan mahasiswa dapat terampil, lebih mengetahui dan memahami dengan jelas, baik dalam ilmu pengetahuan dan praktikum produksi bibit tanaman kakao yang dilaksanakan. 
Bahan-bahan yang digunakan  yaitu : unsur hara makro, unsur hara mikro, unsur hara besi, vitamin, zat pengatur tumbuh (ZPT), sukrosa, gula pasir, agar-agar, tisu, alkohol 96 %, alkohol 70 %, klorok, spirtus, mata pisau, eksplan bunga lili, planlet lili, bakterisida, detergen, fungisida, air kran, air destilata, air destilata steril, plastik wraffing, plastik penutup media, karet gelang, kertas label, spidol, korek api, tabung gas, NaOH, HCL, alumunium foil, kertas, pot, media pakis, pasir steril, kantong polibag, dan kain.

Pembuatan media
Pembuatan media tanam dalam perbanyakan tanaman dengan metode teknik kultur in vitro merupakan kegiatan yang paling penting dan memerlukan ketelitian serta pemahaman yang jelas dalam proses pembuatannya.
Pembuatan media kultur dimulai dari sterilisasi botol kultur. Botol kultur yang akan digunakan dalam pembuatan media sebelumnya dicuci dengan menggunakan detergen dan dibilas di air mengalir sampai bersih. Botol setelah dicuci kemudian di keringkan, lalu disterilisasi dalam oven. Tahap selanjutnya adalah pembuatan larutan stok hara makro, mikro, vitamin dan zat pengatur tumbuh.
Media yang digunakan yaitu komposisi media MS (Murashige dan Skoog). Komposisi media MS terdiri dari unsur hara makro, mikro, Fe (Besi), vitamin dan ZPT.  Media yang digunakan untuk inisiasi staminodia kakao  yaitu MS +  2 ppm 2,4-D  + 0,1 mg adenine sulfat + 0,5 mg arang aktif, dan media yang digunakan untuk inisiasi embriozigotik kakao yaitu MS + 3 ppm IBA + 2 ppm KINETIN + air kelapa 10 %.
Pembuatan media kultur selanjutnya yaitu penyiapan alat dan bahan, serta pelabelan nama media pada botol. Air akuades dimasukkan ± 300 ml pada erlenmayer, kemudian larutan stok makro, mikro, vitamin, dan ZPT dimasukkan juga ke dalam erlenmayer sesuai dengan pengambilan pada masing-masing larutan stok. Sukrosa dan agar ditimbang masing-masing sebanyak 30 gram/ liter dan 7 gram/liter agar-agar. Sukrosa kemudian dimasukkan ke dalam erlenmayer lalu diaduk sampai homogen pada hotplate menggunakan magnetik stirrer. Larutan media kemudian ditera dengan air akuadesi ¾ larutan media (1 liter). Setelah itu ukur pH larutan sekitar 5,8, apabila lebih dari 5,8 maka harus ditambahan HCl dan apabila kurang dari 5,8 harus ditambahkan NaOH sedikit-sedikit sampai mencapai pH 5,8. masukkan agar-agar lalu media ditera dengan air destilata lagi sampai 1000 ml kemudian dituangkan pada wajan. Larutan media dimasak pada kompor gas sambil diaduk sampai agar-agar homogen dan mendidih ditandai dengan larutan berwarna jernih. Media dituangkan pada botol kultur ± 30 ml/botol. Botol tersebut kemudian ditutup dengan alumunium foil. Media kemudian disterilisasi dalam autoklaf elektrik pada tekanan 1,5 MPa, suhu 121oC selama 20 menit dan disimpan di ruang media pada suhu ruangan yaitu 26 – 28oC.

Inisiasi staminodia kakao
Prosedur inisiasi daun kakao adalah sebagai berikut :
1.      Kuncup bunga dipanen pada pagi hari
2.      Sterilisasi kuncup bunga dengan larutan klorok 5 % selama 10 menit kemudian dibilas dengan akuades steril 3 x @ 5 menit
3.      Eksplan ditiriskan dan disimpan diatas petridis steril
4.      Potong 1/3 bagian pangkal bunga secara cermat dan steril
5.      Inokulasi bagian staminodia dan petal secara terpisah
6.        Inkubasi di ruang gelap pada suhu 25 – 30oC selama 14 hari

Iniasiasi embriozigotik kakao
Prosedur inisiasi anther kakao adalah sebagai berikut :
1.      Buah diambil berumur 90 – 120 hari
2.      Buah dicuci bersih di air mengalir kemudian dikupas kulitnya
3.      Eksplan disterilisasi di dalam laminar (laminar sudah disterilisasi) dengan cara celup bakar dalam alkoho 96 % selama 3 x.
4.      Embrionya diambil dari buah secara hati-hati  kemdian diinokulasi pada media embriozogotik kakao
5.      Simpan di ruang gelap pada suhu 25 – 26oC








0 komentar:

Daftar Blog Saya

Blogroll

Statistik

latar blkng

Ganti Gambar Latarnya Sesuka Kamu


Pasang Seperti Ini

Followers

Pages

Blogger news

Banner

Flag Counter

Laman

Halaman

Oleh nanda nugraha. Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Popular Posts