A.
LATAR BELAKANG
Padimerupakantanamanpangan
yang utama bagi masyarakat Indonesia.
Para petani
terus
berfikir
bagaimana
tanaman
padi
dapat
mencukupi
kebutuhan
pangan
rakyat Indonesia yang kian
tahun
kian
meningkat
jumlahnya.
Di balik
itu
semua
tentu
saja
ada
peluang
dan
ada pula tantangannya.
Peluangnya
yaitu
dengan
adanya
padi yang dikenal
dengan
mandul
jantan yang dapat
disilangkan
dengan
padi
jenis lain agar menghasilkan
padi
hibrida yang hasilnya
nanti
akan
banyak
dan
mampu
memenuhi
kebutuhan
pangan
masyarakat Indonesia. Tetapi
dibalik
peluang
itu, ada
juga
tantangan yang harus di
lalui para petani padi agar padinya
tetap
tumbuh
dengan
baik, salah
satunya
adalah
serangan
hama.
Hama tentu
saja
sangat
merugikan
bila
menyerang
suatu
jenis
tanaman.
Hama dan
penyakit
dapat
menurunkan
nilai
ekonomi
suatu
tanaman
dalam
pasaran
dan
pada
akhirny
aada yang tidak
mampu
memenuhi
kebutuhan
pangan
masyarakat.
Maka
dari
itu
pemahaman
mengenai Hama perlu
dilakukan
untuk
mengetahui
jenis
hama yang menyerang
padi
serta
metode
pengendalianya yang sesuai
dengan
system
pengendalian
hama
terpadu (PHT)..
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Padi (bahasa latin: Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya
terpenting dalam peradaban
dan merupakan
tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno berasal
dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah
memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000
tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh
India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi
adalah, Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam (Meneristek, 2009).
Varietas
padi gogo lokal yang berasal dari Kalimantan yang masih diminati oleh petani
karena daya adaptifnya yang baik antara lain : varietas Buyung, Cantik,
Katumping, Sabai dan Sasak Jalan. Demikian pula di Sumatera varietas lokal
seperti Arias, Simaritik, Napa, Jangkong, Klemas, Gando, Seratus Malam, dll.
Varietas-varietas lokal umumnya selain berumur panjang, potensi hasilnya rendah
sekitar 2 ton GKG/ha. Namun kelebihannya varietas lokal mempunyai rasa enak
yang sesuai dengan etnis daerah setempat. Selain itu varietas lokal toleran
terhadap keadaan lahan yang marjinal, tahan terhadap beberapa jenis hama dan
penyakit, memerlukan masukan (pupuk dan pestisida) yang rendah, serta
pemeliharaan mudah dan sederhana (Perdana, 2001).
Pusat
penanaman padi di Indonesia adalah Pulau Jawa (Karawang, Cianjur), Bali,
Madura, Sulawesi, dan akhir-akhir ini Kalimantan. Pada tahun 1992 luas panen
padi mencapai 10.869.000 ha dengan rata-rata hasil 4,35 ton/ha/tahun. Produksi
padi nasional adalah 47.293.000 ton.
Pada tahun itu hampir 22,5 % produksi padi nasional dipasok dari Jawa
Barat. Dengan adanya krisis ekonomi, sentra padi Jawa Barat seperti Karawang
dan Cianjur mengalami penurunan produksi yang berarti. Produksi padi nasional
sampai Desember 1997 adalah 46.591.874 ton yang meliputi areal panen 9.881.764
ha. Produksi
padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia,
setelah jagung dan gandum.
Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk
dunia (Meneristek, 2009).
Dalam
pertumbuhannya tanaman menglami gangguan baik dari faktor abiotik dan biotik.
Dari biotik bisa berupa serangan hama ataupun penyakit, sehingga bisa merusak
hasil panen nantinya. Arti hama secara sempit adalah binatang yang aktivitasnya
mengganggu atau merusak tanaman. Hama adalah binatang atau sekelompok binatang
yang menyebabkan kerusakan pada tanaman budidaya dan menyebabkan kerugian
secara ekonomis. Pengertian lain tentang hama adalah suatu gangguan yang
terjadi pada tanaman atau pada komoditas tertentu yang disebabkan oleh binatang
sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan dan kerugian secara ekonomis.
Sedangkan penyakit tanaman adalah terjadinya perubahan fungsi
sel dan jaringan inang sebagai akibat gangguan yang terus menerus oleh agensi
pathogen atau factor lingkungan dan berkembangnya gejala. Namun yang akan
dibahan pada makalah ini adalah hama yang menyerang tanaman padi saja.
Seperti
kita ketahui tanaman semusim seperti padi, kedelai, jangung dan sebagainya
keadaan ekologinya berubah-ubah terus. Hal tersebut mengakibatkan tidak
stabilnya keseimbangan antara populasi hama dan musuh alami (predator, parasit,
dan patogen). Pada tanaman musiman, sering terjadi pemutusan masa bertanam yang
akan mengakibatkan tidak berkembagnnya musush alami. Jadi perkembangan hama
meningkat terus tampa ada faktor pembatas dari alam. Bersamaan dengan itu orang
lalu menggunakan pestisida secara berlebihan, yang akhirnya mengakibatkan
terjadinya resistensi pada hama, kematian musuh alami, timbulnya hama baru
karena tidak adanya musuh alami, dan hama berusaha meningkatkan keturunannya
karena karena generasinya terancam punah, terjadilah ledakan seperti wereng
coklat pada padi (Tjahjadi, 1986).
Hama dan penyakit tanaman
padi (Matnawi, 1986).
Hama perusak persemaian :Tikus, ulat tanah, ulat grayak, laalt
bibit
Hama perusak akar :Nematoda, anjing tanah, uret (larva Coleoptera),
dan kutu akar padi
Hama perusak batang :Tikus, penggerek batang, dan
hama ganjur
Hama pemakan daun :Pengorok daun, kumbang, belalang, ulat tanah, dan
ulat kantung.
Hama pengisap daun :Thrips, penggerek batang, dan
hama ganjur.
Hama perusakbuah :Walang sangit, kepik, ulat, tikus, dan burung
BAB III
PEMBAHASAN
A.
HAMA UTAMA PADA TANAMAN
PADI
1.
Penggerek Batang (Tryporiza sp.)
Penggerek Batang (Tryporiza sp.) adalah hama yang menimbulkan kerusakan dan
menurunkan hasil panen secara nyata. Serangan yang terjadi pada fase vegetatif,
daun tengah atau pucuk tanaman mati karena titik tumbuh dimakan larva penggerek
batang. Pucuk tanaman padi yang mati akan berwarna coklat dan mudah dicabut
(gejala ini biasa disebut Sundep). Apabila serangan terjadi pada fase
generatif, larva penggerek batang akan memakan pangkal batang tanaman padi
tempat malai berada. Malai akan mati, berwarna abu-abu dan bulirnya
kosong/hampa. Malai mudah dicabutdan pada pangkal batang terdapat bekas gerekan
larva penggerek batang (gejala ini biasa disebut Beluk). Cara menyerangnya yaituLarva hidup dan menggerek batang padi serta mampu merusak beberapa
tunas sebelum menjadi pupa. Gejala serangannyaPada fase
vegetatif (sundep) pucuk – pucuk tanaman kering dan mati karena batang digerek
oleh larva, sedangkan pada fase generatif (beluk) malai menjadi hampa, berwarna
putih dan berdiri tegak, pucuk dan malai yang terserang mudah dicabut.
2.
Wereng hijau atau wereng daun (Nephotettix apicalis
dan Nephotettix impicticeps)
Wereng
hijau merupakan vektor dari penyakit tungro pada tanaman padi. Wereng hijau menularkan beberapa penyakit
virus/mikoplasma yaitu penyakit tungro dan kerdil kuning. Dari empat spesies wereng hijau Nephotettix virescens
Distant yang paling efisien memindahkan virus tungro. Kehilangan hasil akibat
serangan tungro pada tanaman padi sangat bervariasi, tergantung pada saat
tanaman terinfeksi, lokasi, titik infeksi, musim tanam dan jenis varietas yang
ditanam. Di Indonesia terdapat empat spesies wereng hijau, yaituNephotettix
virescens, N. nigropictus, N.malayanus, dan N. parvus.Di antaraempat
spesies tersebut, N. Virescens merupakan vektor yang paling efisien dalam
menularkan kompleks virus penyebab penyakit tungro. Di antara vektor virus
tungro yang ada di Indonesia, N. virescensadalah vektor terpenting, Karena
paling efektif menularkan virus tungro dan populasinya dominan di antaravektor
lain. Nephottetix sp.dikenal sebagai wereng hijau, karma warnanya hijau Banyak
menyerang bagian daun atamanpaid. Serangga dewasa berukuran 4 – 6 mm, telurnya
berbentuk bulat panjang atau lonjong berwarna terang (kuning pucat), berukuran
1,3 X 0,30 mm. Telur ini diletakkan berderet-deret sebanyak 5 -25butir.
Serangga betina mampu bertelur 200 – 300 butir yang diletakkan di dalam
jaringan pelepah daun. Telur menetas setelah 4 – 8 hari Ban membentuk serangga
muda (nimfa).Nimfa ini mengalami 5 kali ganti kulit selama 16 -18 hari. Serangga dewasa berukuran 4 – 6 mm,
telurnya berwarna pucat lonjong dan berukuran 1.3 x 0,3 mm. Telur ini
diletakkan berderet sebanyak 25 butir pada jaringan pelepah daun, tepi daun
atau ibu tulang daun. Setelah 4 – 6 hari telur menetas dan 14 hari kemudian
menjadi dewasa. Disamping menyerang padi, juga menyerang rerumputan lainnya.
3. Keong Mas
Keong mas tanaman padi sawah adalah Pomacea canaliculata. Keong
mas merusak tanaman padi dengan cara memarut jaringan tanaman dan memakannya,
menyebabkan adanya bibit yang hilang per tanaman. Keong mas menyenangi
tempat-tempat yang digenangi air. Di Daerah
Istimewa Aceh misalnya, keongmas telah menjadi hama utama, terutama pada areal
sawah beririgasi. Tingkat serangan hama tersebut pun tergolong cukup tinggi.
Serangan berat umumnya terjadi di persemaian sampai tanaman berumur dibawah 4
MST. Pada tanaman dewasa, gangguan keong mas hanya terjadi pada anakan sehingga
jumlah anakan produktif menjadi berkurang.
4.
Wereng
Coklat
Wereng coklat tanaman padi sawah adalah Nilaparvata lugens Stal. Wereng
coklat merupakan hama dari golongan insekta yang sangat merugikan pertanaman
padi di Indonesia. Hama ini menyebabkan tanaman padi mati kering dan tampak
seperti terbakar, serta dapat menularkan beberapa jenis penyakit. Pemupukan
kandungan N tinggi yang tidak diimbangi dengan P dan K tinggi serta penanaman
dengan jarak tanam rapat sangat rentan terserang wereng coklat. Hama wereng
coklat menyerang tanaman padi mulai dari pembibitan hingga fase masak susu.
Gejala serangan adalah terdapatnya imago wereng coklat pada tanaman, menghisap
cairan tanaman pada pangkal batang, kemudian tanaman menguning dan mengering.
Wereng coklat ini menjadi salah satu hama utama tanaman padi di Indonesia sejak
pertengahan tahun 1970-an. Ini merupakan konsekuensi dari penerapan sistem
intensifikasi padi (varietas unggul, pemupukan N dosis tinggi, penerapan
IP>200, dsb). Dengan menghisap cairan
dari dalam jaringan pengangkutan tanaman padi, Wereng coklat dapat menimbulkan
kerusakan ringan sampai berat pada hampir semua fase tumbuh, sejak bibit,
anakan, sampai fase masak susu (pengisisan). Gejala Wereng coklat pada individu rumpun dapat terlihat dari
daun-daun yang menguning, kemudian tanaman mengering dengan cepat (seperti
terbakar). Gejala ini dikenal dengan istilah hopperburn.
5.
Tikus Sawah
Tikus Sawah
tanaman padi sawah adalah Rattus argentiventer Rob Kloss. Tikus sawah merupakan hama utama tanaman padi
dari golongan mamalia (binatang menyusui). Tikus merusak tanaman pada semua fase
pertumbuhan dan dapat menyebabkan kerusakan besar apabila tikus menyerang pada
saat primodia. Tikus akan memotong titik tumbuh atau memotong pangkal batang
untuk memakan bulir gabah. Tikus menyerang pada malam hari dan pada siang
hari tikus bersembunyi di lubang pada tanggul irigasi, pematang sawah,
pekarangan, semak atau gulma. Pengendalian
hama tikus memerlukan pendekatan yang sangat spesifik. Tikus sawah menyebabkan
kerusakan tanaman padi mulai dari persemaian padi hingga padi siap dipanen, dan
bahkan menyerang padi di dalam gudang penyimpanan. Kerusakan akibat serangan
tikus sawah bisa mengakibatkan puso dengan nilai kerugian yang jauh lebih
tinggi dibanding serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) lain. Gejala serangannya yaitu tikus menyerang berbagai tumbuhan, Menyerang di pesemaian, masa vegetatif, masa
generatif, masa panen, tempat penyimpanan, Bagian tumbuhan yang disarang tidak
hanya biji-bijian tetapi juga batang tumbuhan muda, Tikus membuat lubang-lubang pada pematang
sawah dan sering berlindung di semak-semak
Hama ulat grayak menyerang tanaman
dengan memakan daun dan hanya meninggalkan tulang daun dan batang. Ulat
"Grayak" sangat ditakuti oleh petani karena setiap musim panen hama
ini selalu ada. Ulat "grayak" ini menyerang tanaman padi pada semua
stadia. Serangan terjadi pada malam hari dan siang harinya, larva ulat
"grayak" bersembunyi pada pangkal tanaman, dalam tanah atau di
tempat-tempat yang tersembunyi. Seranga ulat ini memakan helai-helai daun
dimulai dari ujung daun dan tulang daun utama ditinggalkan sehingga tinggal
tanaman padi tanpa helai daun. Pada tanaman yang telah membentuk malai, ulat
"grayak" kadang-kadang memotong tangkai malai, bahkan ulat
"grayak" ini juga menyerang padi yang sudah mulai menguning. Batang
padi yang mulai menguning itu membusuk dan mati yang akhirnya menyebabkan
kegagalan panen. Serangga dewasa jenis
Spodoptera litura, memiliki ukuran panjang badan 20 - 25 mm, berumur 5 - 10
hari dan untuk seekor serangga betina jenis ini dapat bertelur 1.500 butir
dalam kelompok-kelompok 300 butir. Serangga ini sangat aktif pada malam hari,
sementara pada siang hari serangga dewasa ini diam ditempat yang gelap dan
bersembunyi. Serangga ini memiliki telur dengan bentuk bulat. Telur dari
serangga Leucania separata susunannya diletakkan dalam 2 barisan dalam gulungan
daun atau pada pangkal daun permukaan sebelah bawah, dengan ukuran 0,5 x 0,45
mm, berwarna putih abu-abu dan berubah menjadi kuning sebelum menetas.
Sedangkan serangga Spodoptera F susunan telurnya diletakkan dalam kelompok tiap
kelompok tersusun oleh 2 - 3 lapisan telur, dan kelompok telur tertutup oleh
bulu-bulu pendek berwarna coklat kekuningan dengan umur telur 3 - 4 hari.
B. TEKNIK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN PADI
1. Penggerek
Batang Padi
a.
Pengendalian Secara Biologi
Pengendalian ini menggunakan musuh alami
yang terdiri atas predator dan parasitoid untuk membatasi populasi penggerek
batang. Predator adalah musuh alami yang langsung memakan hama. Belalang
Conochepalus longipennis adalah predator telur penggerek batang, sedangkan predator
ngengat adalah laba-laba, capung dan burung.
Parasitoid adalah serangga yang hidup sebagai parasit selama masa pra
dewasa penggerek. Parasitoid telur adalah yang paling banyak dikembangkan, antara lain : Tricogramma
japonicum Ashmead, Telenomus rowani (Gahan), dan Tetrastichus schoenobii
Ferriere.
b.
Pengendalian Secara Mekanik
Pengendalian mekanik dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu pengambilan kelompok telur secara intensif di pesemaian,
dan penangkapan ngengat secara massal dengan menggunakan lampu. Penangkapan
ngengat secara massal memerlukan 23 lampu petromak/ha. Penggunaan feromon dapat
secara nyata mengurangi serangan penggerek batang padi putih.
c.
Pengendalian Secara Kultur Teknik
Pengendalian penggerek batang secara
kultur merupakan cara yang paling ramah lingkungan dan tidak mengganggu musuh
alami. Penggunaan pupuk organik sebanyak 2 ton/ha dapat meningkatkan populasi
musuh alami sehingga35 menekan serangan penggerek batang. Waktu tanam yang
tepat dapat menghindari serangan penggerek batang. Hindari penanaman pada bulan
Desember-Januari karena suhu, kelembaban, dan curah hujan saat itu sangat
sesuai untuk perkembangan penggerek batang.
d.
Pengendalian Secara Kimiawi
Sebelum dilakukan aplikasi insektisida,
sebaiknya dilakukan kegiatan pemantauan ngengat dan pemantauan kerusakan
tanaman. Pemantauan dapat dilakukan dengan menggunakan lampu perangkap atau
feromon. Pemantauan perlu dilakukan untuk mengatasi penggunaan insektisida
secara berlebihan, karena dapat berdampak buruk terhadap keberadaan populasi
musuh alami predator dan parasitoid. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan
(2002) telah menetapkan ambang kendali berdasarkan kerusakan tanama pada stadia
vegetatif adalah 6% dan pada stadia generatif adalah 10%. Perlu diperhatikan
bahan aktif yang terkandung di dalam insektisida, bahan aktif yang dapat
digunakan antara lain karbofuran, tiokloprid, fipronil dan karbosulfan
(bersifat sistemik). Bahan aktif yang bersifat racun kontak antara lain
dimehipo, bensultaf, mitac dan imidakloprid.
e.
Alternatif Pengendalian
Pengendalian penggerek batang dengan
teknologi feromon seks, sehingga komunikasi antara ngengat betina dan jantan
akan terganggu. Komunikasi yang terganggu menyebabkan terhambatnya proses
perkawinan. Feromon seks adalah senyawa kimia yang dikeluarkan oleh ngengat
betina yang masih virgin. Senyawa ini memiliki sifat yang merangsang serangga
jantan menemukan serangga betina untuk melangsungkan perkawinan. Senyawa ini
dimanfaatkan untuk pembuatan senyawa sintetik dalam mengendalikan hama
penggerek batang.
2. Wereng
Hijau
Pada prinsipnya penyakit tungro tidak
dapat dikendalikan secara langsung artinya, tanaman yang telah terserang tidak
dapat disembuhkan. Pengendalian bertujuan untuk mencegah dan meluasnya serangan
serta menekan populasi wereng hijau yang menularkan penyakit. Mengingat
banyaknya faktor yang berpengaruh pada terjadinya serangan dan intensitas
serangan, serta untuk mencapai efektivitas dan efisiensi, upaya pengedalian
harus dilakukan secara terpadu yang meliputi :
a.
Penggunaan pestisida
Penggunaan pestisida dalam mengendalikan
tungro bertujuan untuk eradikasi wereng hijau pada pertanaman yang telah
tertular tungro agar tidak menyebar ke pertanaman lain dan mencegah terjadinya
infeksi virus pada tanaman sehat. Penggunaan insektisida sistemik butiran
(carbofuran) lebih efektif mencegah penularan tungro. Mengingat infeksi virus
dapat terjadi sejak di pesemaian, sebaiknya pencegahan dilakukan dengan
menggunakan insektisida confidor. Setelah beberapa ilmuan melakukan penelitian
ternyata penggunaan insektisida confidor ini cukup efektif dalam pemberantasan
hama wereng hijau. Insesektisida hanya efektif menekan populasi wereng hijau
pada pertanaman padi yang menerapkan pola tanam serempak. Karena itu
pengendalian penyakit tungro yang sangat berbahaya akan berhasil apabila
dilakukan secara bersama-sama dalam hamparan relatif luas, utamakan pencegahan
melalui pengelolaan tanaman yang tepat (PTT) untuk memperoleh tanaman yang
sehat sehinga mampu bertahan dari ancaman hama dan penyakit.
b.
Pemupukan N yang tepat
Pemupukan N berlebihan menyebab-kan
tanaman menjadi lemah, mudah terserang wereng hijau sehingga memudahkan terjadi
inveksi tungro, oleh karena itu penggunaan pupuk N harus berdasarkan pengamatan
dengan Bagan Warna Daun (BWD) untuk mengetahui waktu pemupukan yang paling
tepat. Dengan BWD, pemberian pupuk N secara berangsur-angsur sesuai kebutuhan
tanaman sehingga tanaman tidak akan menyerap N secara berlebihan.
c.
Menanam varietas tahan
Menanam varietas tahan merupakan
komponen penting dalam pengendalian penyakit tungro.Varietas tahan artinya
mampu mempertahankan diri dari infeksi virus dan atau penularan virus oleh
wereng hijau.Walaupun terserang, varietas tahan tidak menunjukkan kerusakan
fatal, sehingga dapat menghasilkan secara normal. Ada beberapa jenis varietas
yang mampu tahan terhadap serangan hama wereng hijau, jenis varietas yang mampu tahan terhadap serangan
hama wereng hijau tersebut adalah Tukad Petanu , Tukad Unda , Tukad Balian ,
Bondoyudo, Kalimas.
d.
Penanaman serempak
Penanaman
serempak merupaka salah satu cara pengendalian hama wereng hijau secara
efektif, hal itu disebabkan oleh penanaman tidak serempak menjamin ketersediaan
inang dalam rentang waktu yang panjang bagi perkembangan virus tungro,
sedangkan bertanam serempak akan memutus siklus hidup wereng hijau dan
keberadaan sumber inokulum. Penularan tungro tidak akan terjadi apabila tidak
tersedia sumber inokulum walaupun ditemukan wereng hijau, sebaliknya walaupun
populasi wereng hijau rendah akan terjadi penularan apabila tersedia sumber
inokulum.
3. Keong
Mas
Pengendalian Hama Keong Mas
Pretanam dan semai
:
· Pembuangan
keong mas
· Sebar
benih lebih dan sanitasi saluran irigasi
Vegetatif
:
· Pembuangan
keong, pada daerah endemik keong, benih ditanam lebih tua umur 15 s/d 20 hari.
· Perlakukan
benih dengan Fipronil
· Tidak
menggenangi lahan hingga 7 HST.
· Pembuatan
parit kecil/caren dalam 1 petak sawah,
· Pasang
saringan di pemasukan air dengan mesh 5 mm dan pasang ajir.
· Pengumpanan
daun talas dan pepaya.
· Aplikasi
niklosamida saponin.
4. Wereng
Batang Coklat
Pengendalian
wereng batang coklat dilakukan dengan teknik pengendalian sebagai berikut :
a.
Pengaturan Pola
Tanam.
Pengaturan pola tanam yang diterapkan adalah tanam serentak, pergiliran
tanaman dan pergiliran varietas berdasarkan tingkat ketahanan dan tingkat
biotipe wereng batang coklat. Dengan tanam serentak diharapkan tidak terjadi
tumpang tindih generasi hama sehingga populasi wereng coklat tidak mempunyai
kemampuan untuk berkembangbiak terus menerus, memudahkan pengamatan dan
tindakan korektif apabila diperlukan. Tanam serentak juga dapat
membantu memutus ketersediaan makanan hama karena adanya periode tidak ada tanaman
(bera). Tanam serentak hendaknya dilakukan pada areal yang sekurang-kurangnya
satu petak tersier atau wilayah kelompok tani dengan selisih waktu tanam paling
lama 2 minggu.
b.
Penggunaan Varietas Tahan.
Penggunaan varietas tahan dan pergiliran varietas
tahan dilakukan untuk menekan dan menghambat perkembangan biotipe baru.
Varietas yang digilir harus dari kelompok varietas yang memiliki gen tahan baik
dalam musim maupun antar musim namun demikian penggunaan varietas tahan masih
mengandung resiko karena ketahanan genetik varietas tahan dapat dipatahkan oleh
adanya perkembangan biotipe wereng coklat.
c.
Pengendalian Hayati.
Penggunaan cendawan entomopathogen yang dapat dimanfaatkan untuk
mengendalikan Wereng coklat antara lain : Beauveria bassiana,
Metarrhizium anisopliae, M. flavoviridae dan Hersutella citriformis.
d.
Eradikasi.
Eradikasi dilakukan apabila ditemukan serangan kerdil rumput dan kerdil
hampa dengan pencabutan dan pemusnahan.
e.
Penggunaan Insektisida.
Pengedalian dengan insektisida dilakukan apabila telah
ditemukan populasi wereng coklat 10 ekor / rumpun (1 ekor / tunas) pada tanaman
berumur < 40 HST dan 20 ekor/ rumpun pada tanaman berumur > 40 HST.
Insektisida yang dipilih bersifat selektif, efektif dan diijinkan untuk
digunakan pada tanaman padi.
f.
Untuk daerah yang telah ditemukan serangan virus
(kerdil rumput dan atau kerdil hampa) digunakan insektisida butiran 1 hari
sebelum pengolahan tanah secara seed bed treatment. Dan dilanjutkan
penyemprotan insektisida pda persemaian apabila ditemukan adanya populasi
wereng coklat.
5. Tikus Sawah
Pengendalian tikus harus
sudah dilaksanakan pada saat tanaman padi di persemaian sampai anakan maksimum
dengan teknik pengendalian sebagai berikut :
a. Pada saat pra tanam atau pengolahan tanah dilakukan
gropyokan, sanitasi lingkungan dan pengumpanan beracun di habitatnya.
b. Tanam serentak dengan selang < 10 hari dalam areal
luas (+ 300 Ha) sehingga masa generatif tanaman hampir serempak
yang diharapkan pertumbuhan populasi tikus dapat dideteksi dan upaya
pengendalian dapat direncanakan dengan baik.
c. Minimalisasi ukuran pematang dan tanggul disekitar
persawahan sehingga mengurangi kesempatan pembuatan liang
d. Sanitasi lingkungannam persawahan
(semak, rumput dan tempat persembunyian lain)
e. Pemagaran persemaian dengan
plastik dan dikombinasikan dengan pemasangan perangkap bubu
f. Pada tanaman muda dilakukan
pemasangan umpan beracun antikoagulan, pengemposan, sanitasi lingkungan,
pemasangan pagar plastik dan dikombinasikan dengan perangkap bubu pada
pertanaman yang berbatasan dengan sumber serangan
g. Pemasangan bubu yang
dikombinasikan dengan pagar plastik serta tanaman perangkap. Untuk setiap + 13 ha dapat diwakili
satu petak tanaman perangkap.
h. Pemanfaatan musuh alami antara lain kucing, anjing,
ular sawah, burung elang dan burung hantu.
6. Ulat
grayak
Cara
Pengendalian:
· Persemaian
jauh dari areal yang banyak rerumputan
· Sanitasi
persemaian
· Penggenangan
persemaian, baik yang sudah terserang/belum terserang sehingga ulat grayak
tidak dapat menggerek pangkal batang padi.
· Bila
diperlukan gunakan insektisida yang berbahan aktif BPMC atau karbofuran.
C. CONTOH KASUS YANG PERNAH TERJADI
1.
Ledakan
populasi hama wereng coklat batang padi Nilaparvata
lugens di Indonesia pada
tahun 1975-1976 mampu merusak pertanaman padi hingga ratusan ribu hektar dinyatakan
puso. Hama wereng coklat ini dapat menyebabkan tanaman padi mati kering dan
tampak seperti terbakar atau puso, serta dapat menularkan beberapa jenis
penyakit. Tanaman padi yang rentan terserang wereng coklat adalah tanaman padi
yang dipupuk dengan unsur N terlalu tinggi dan jarak tanam yang merupakan
kondisi yang disenangi wereng coklat. Hama wereng coklat menyerang tanaman pada
mulai dari pembibitan hingga fase masak susu. Gejala serangan adalah
terdapatnya imago wereng coklat pada tanaman dan menghisap cairan tanaman pada
pangkal batang, kemudian tanaman menjadi menguning dan mengering.
2.
Di Benggala India pada tahun
1942 terjadi kerusakan padi karena jamur Helminthosporium oryzae yang
menyebabkan kerugian 50 – 90 % dan berakibat terjadinya kelaparan. Jamur Helminthosporium
oryzae ini menyerang dan
menghancurkan semua varietas padi yang ditanam sehingga menyebabkan lebih
kurang dua juta
penduduk mati
kelaparan
3.
Penyakit habang virus
(Indonesia) atau penyakit merah (Malaysia) atau penyakit tungro (Filipina) atau
penyakit yellow orange leaf (Thailand) pernah dapat merusak padi seluas 10.000
sampai 660.000 hektar di negara-negara Asia Tenggara tersebut.
4.
Tikus sawah merupakan hama
padi yang menimbulkan kerusakan dan kerugian besar pada tanaman padi di
negara-negara Asia pada umumnya, termasuk Indonesia. Berdasarkan laporan
Singleton (2003), kehilangan hasil padi akibat tikus sawah di 11 negara Asia
(Banglades, Kamboja, Cina, India, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar,
Philippina, Thailand dan Vietnam) diperkirakan mencapai 5–10%. Apabila dihitung
kerugian sebesar 5% saja, nilainya setara dengan 30 juta ton beras dan cukup
untuk memberi makan 180 juta orang selama 12 bulan. Tingkat kerusakan
oleh tikus sawah pada tanaman padi di Indonesia, bervariasi dari kerusakan
ringan sampai terjadi puso atau gagal panen. Rata-rata intensitas serangan
tikus setiap tahun pada tanaman padi di Indonesia selama sepuluh tahun
(1989–1998) mencapai 19,3%, dengan luas serangan 90.837 ha. Sedangkan pada
kurun waktu tahun 1998–2002 tercatat luas serangan mencapai 165.381 ha dan
7.699 ha diantaranya puso (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2003).
Kerusakan akibat hama tikus pada tanaman padi tersebut, selalu merupakan
kerusakan terbesar dibanding dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh hama utama
padi lain, seperti wereng cokelat dan penggerek batang padi. Distribusi
kerusakan oleh tikus sawah pada tanaman padi, terjadi di seluruh propinsi di
Indonesia, dengan intensitas dan luas serangan bervariasi. Sebagai contoh pada
tahun 2002 serangan tikus paling berat terjadi di Jawa Barat yaitu lebih dari
20.000 ha, disusul Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan masing-masing antara
10.000–20.000 ha, Jawa Timur, Lampung dan Sulawesi Tenggara masing-masing
antara 5.000–10.000 ha, serta propinsi lainnya masing-masing kurang dari 5.000
ha (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2003).
5.
Di Daerah Istimewa Aceh
misalnya, keongmas telah menjadi hama utama, terutama pada areal sawah
beririgasi. Tingkat serangan hama tersebut pun tergolong cukup tinggi. Serangan
berat umumnya terjadi di persemaian sampai tanaman berumur dibawah 4 MST. Pada
tanaman dewasa, gangguan keongmas hanya terjadi pada anakan sehingga jumlah
anakan produktif menjadi berkurang. Perkembangan hama ini sangat cepat, dari
telur hingga menetas hanya butuh waktu 7–4 hari. Disamping itu, satu ekor
keongmas betina mampu menghasilkan 15 kelompok telur selama satu siklus hidup
(60-80 hari), dan masing-masing kelompok telur berisi 300-500 butir . Seekor
keongmas dewasa mampu menghasilkan 1000–1200 telur per bulan. Kerugian yang
ditimbulkan oleh hama ini cukup besar. Tahun 1989 di Filipina misalnya,
kerusakan tanaman padi mencapai 400.000 ha. Di Indonesia gangguan hama keongmas
juga cukup signifikan. Di Kabupaten Lampung Selatan (1992), keongmas merusak
tanaman padi seluas 400 ha dengan kepadatan populasi antara 2-32 ekor per meter
persegi. Di Kabupaten Aceh Besar (1998), keongmas menyerang tanaman padi lebih
dari 10.000 ha. Hal yang sama juga terjadi di Aceh Utara dan Aceh Timur
sehingga banyak tanaman padi gagal panen. Untuk mengatasi perkembangan hama ini
secara luas perlu dicari teknologi pengendalian yang tepat serta efektif,
sehingga perkembangan keongmas dapat ditekan berada dibawah ambang ekonomi.
D. DAMPAK
KERUGIAN AKIBAT SERANGAN HAMA
Hama
adalah sekelompok organisme pengganggu tanaman yagn dapat merusak tanaman
budidaya baik secara fisik maupun fisiologisnya. Dampak kerugian akibat
serangan hama tersebut adalah :
1. Gagal
Panen
Akibat
serangan hama yang paling ditakuti oleh para petani adalah terjadinya gagal
panen. Kegagalan ini dikarenakan hama yang menyerang tanaman menjadikan tanaman
sebagai bahan makanan, dan tempat tinggal bagi
mereka. Hama merusak tanaman dengan cara :
· Menghisap
cairan tanaman
· Memotong
batang tanaman baik yang muda maupun tua
· Memakan
daun muda dan tua serta tunas-tunas muda pada tanaman
· Menghisap
cairan dan memakan daging buah yang dapat menurunkan nilai ekonomis buah
· Membuat
rumah atau sarang sebagai tempat tinggal dan berkembang biak baik pada batang,
daun maupun buah
2. Menurunnya
Jumlah Produksi Tanaman
Dengan
serangan yang dilakukan oleh hama pada tanaman maka tanaman tidak akan mampu
menghasilkan produksi secara maksimal karena terjadinya pembatasan pertumbuhan
akibat hama yang berada pada tanaman budidaya. Hal ini disebabkan karena proses
fisiologi tanaman yang terganggu. Dengan daun dan batang serta tunas-tunas muda
yang habis dimakan oleh hama secara tidak langsung tanaman tidak dapat melaukan
proses fotosintesis untuk menghasilkan produksi dengan baik bahkan tidak dapat
melakukan fotosentesis
3. Pertumbuhan
Tanaman yang Terganggu
Serangan
hama dapat meyebabkan pertumbuh tanaman menjadi terhambat dan bahkan tidak
jarang mengalami stagnan pertumbuhan atau kerdil. Seperti serangan hama wereng
pada tanaman padi yang dapat mengakibatkan tanaman padi menjadi kerdi dan tidak
dapat berproduksi.
4. Menurunkan
Nilai Ekonomis Hasil Produksi
Hama yang menyerang pada buah atau bagian tanaman
yang memiliki nilai ekonomis akan menjadi menurun. Hal ini disebabkan, hama
merusak bagian-bagian buah mupun daun tanaman. Dimana penurunan ini karena
adanya bagian yang diseranga oleh hama mengalami cacat dan busuk serta
mengandung ulat atau larva-larva hama. Sehingga produksi tidak dapat
dikonsumsi.
5. Kerugian
bagi para Petani
Dampak
ini timbul karena tidak adanya produksi yang dihasilkan oleh tanaman atau gagal
panen serta turunnya nilai ekonomis hasil produksi. Kerugian ini disebabkan
tidak adanya pendapatan petani sedangkan biaya budidaya tanaman telah mereka
keluarkan dalam jumlah yang sangat besar baik dari segi pengolahan lahan,
benih, penanaman serta perawatan. Sedangkan hasilnya tidak meraka dapatkan. Hal
ini semakain memperpuruk kondisi dan iklim pertanian di indonesia
6. Terjadinya
Alih Fungsi Lahan
Alih
fungsi lahan dilakukan oleh para petani dikarenakan pendapatan yang mereka
dapatkan tidak sesuai dengan pengeluaran yang dilakakan dalam usaha pertanian.
Sehingga muncul pemikiran untuk mengalih fungsikan lahan pertanian yagn subur
ke bidang usaha lain yang lebih menjanjikan keuntungan bagi mereka. Kondisi
seperti ini semakin memperpuruk iklim pertanian di indonesia serta ketahan
bahan pangan dalam negri.
7. Degradasi
Agroekosistem
Degradasi
ekosistem terjadi karena adanya usaha yng dilakukan oleh para petani dalam
penaggulangan serangan hama yang tidak memikirikan dampak negatif terhadap
lingkungan serta komponen-komponen penyusun agroekosistem. Pencemaran
lingkungan tersebut kerena adanya zat-zat yang berbahaya akibat digunakannya
pestisida. Dengan adanya penanggulanag serangan hama yang tida sesuai ini menyebabkan
terjadinya degradasi ekosistem alami.
8. Munculnya
resistensi dan returgensi hama
Dengan
penanggulangan serangan hama yang tidak
sesuai akan menyebabkan resistensi atau kekebalan hama terhadap pestisida dan
returgensi atau ledakan jumlah populasi hama yang berakibat pada damapa
kerugian aygn lebih komplek dalam usaha budidaya tanaman itu sendiri.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari makalah ini dapat
disimpulkan bahwa hama yang sering menyerang tanaman padi adalah penggerek
batang, wereng hijau, keong mas, wereng coklat, tikus sawah, ulat grayak,
sedagnkan dampak yang disebabkan oleh hama-hama tersebut bervariasi bergantung
tingkat serangan, dan banyaknya hama yang menyerang. Jika serangan telah parah
dapatnyebabkan rusaknya hasil padi dan dapat menyebabkan poso bahkan kelaparan
pada beberapa kasus. Unruk teknik pengendaliannya bergantung pada jenis hama
yang menyerang karena setiap hama mempunyai pengendalian yang berbeda.
Daftar Pustaka
Kantor
Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. 2009. Padi. Jakarta
(Perdana, A, S,. 200.
Budidaya Padi Gogo. Mahasiswa Swadaya Penyuluhan dan Komunikasi
Pertanian UGM)
Matnawi,
H,. 1986. Perlindungan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.
Tjahjadi, N,.
1986. Hama dan Penyakit Tanaman. Kasinius, Yogyakarta.