KULTUR
JARINGAN
MEDIA KULTUR
JARINGAN
A. Pengertian Kultur
Jaringan
Kultur
jaringan tanaman merupakan bagian suatu teknik perbanyakan vegetatif
nonkonvensional. Perbedaan teknik ini dibandingkan dengan teknik perbanyakan
vegetative konvensional biasanya terletak dalam situasi dan lokasi yang
berbeda. Penerapan teknik kultur
jaringan tanaman mensyaratkan kondisi di dalam ruangan (laboratorium) dan
sifatnya aseptik (steril dari patogen).
Bermuara dalam kondisi yang aseptic, maka perlu dijelaskan bahwa segala
aktifitas yang berkaitan dengan jaringan harus dalam kondisi aseptik. Kondisi
ini dimulai dari cara:
1. Penyiapan peralatan (alat tanam
berbahan logam ataupun gelas).
2. Pembuatan media penanaman.
3. Penanaman (inisiasi dan
pemilihan: a. perbanyakan; b.perakaran).
Selain
peralatan kultur jaringan, media merupakan salah satu factor utama dalam
keberhasilan kultur. Media kultur jaringan tanaman harus berisi semua zat yang
diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan yang ditanam. Media kultur
jaringan memiliki karakteristik masing-masing. Artinya tidak semua media dapat
digunakan pada semua kultur tanaman. Karena beberapa media yang ada memiliki
perbedaan kandungan dan konsentrasi zat-zat yang diperlukan atau digunakan pada
kultur.
Media
merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan
perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara
umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan
sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta
bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, berbagai komposisi media kultur
telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman
yang dikulturkan. Media kultur fisiknya dapat berbentuk padat atau
cair. Media berbentuk padat menggunakan pemadat media
seperti agar. Media kultur yang memenuhi syarat adalah yang mengandung nutrient
makro dan mikro dalam kadar dan perbandingan tertentu, sumber energi (sukrosa),
serta mengandung berbagai macam vitamin dan ZPT.
B. Media Kultur
Jaringan
Pembuatan media harus berdasarkan
perhitungan konsentrasi yang tepat. Karena akan mempengaruhi keberhasilan
tumbuh eksplan. Media yang digunakan merupakan media Ms (Murashige dan Skoog).
Pada proses pembuatannya, unsure makro diencerkan sebanyak 5 kali, unsure mikro
100 kali, stok Fe 200 kali, vitamin 10 kali, ZPT 100 kali. Ditambakan pula
sukrosa yang bertujuan untuk memberikan bahan baku metabolisme eksplan karena
eksplan beum mampu menghasilkan asimilat seperti tumbuhan pada umumnya.
Selanjutnya ditambahkan pemadat berupa agar “swallow” untuk memadatkan media.
Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan,
terdiri dari hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya
terdapat di dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro dan unsur
mikro. Hasil yang lebih baik akan dapat kita peroleh bila, kedalam media
tersebut, ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon, bahan pemadat media
(agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan
bahan organik tambahan (Gunawan, 1988).
o Gula
digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur, karena umumnya bagian
tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju
fotosintesis yang rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan membutuhkan
karbohidart yang cukup sebagai sumber energi. Menurut Gautheret dalam Gunawan
(1992), sukrosa adalah sumber karbohidrat penghasil energi yang terbaik
melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika tidak terdapat sukrosa, sumber
karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup
memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber
energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media.
o Asam
amino merupakan sumber N organik. Asam amino yang sering digunakan adalah
glutamine, asparagin, sistein, dan glisin.
o Vitamin
berfungsi sebagai katalisator dalam system enzim dan diperlukan
dalam jumlah kecil. Vitamin yang dibutuhkan pada sebagian besar kultur
jaringan tumbuhanadalah thiamin, yang diberikan dalam bentuk Thiamin-HCl.
Vitamin lain yang biasa digunakan adalah asam nikotinat dan piridoksin HCl
(vitamin B6).
Pembuatan larutan stok pada dasarnya ditujukan untuk
menyediakan bahan-bahan yang diperlukan pada pembuatan media dengan konsentrasi
yang tepat. Karena media-media yang digunakan pada kultur jaringan diperlukan
unsure-unsur dengan konsentrasi yang sangat kecil. Karena tidak dimungkinkan
menimbang unsure dengan konsentrasi yang sangat kecil, maka dibuat lah larutan
stok dengan menggunakan konsep kalibrasi, sehingga pada pembuatan media,
unsure-unsur tersebut dapat digunakan seusia dengan konsentrasi yang diinginkan
(Sriyanti, 2002).
Selain media MS yang digunakan, terdapat pula beberapa jenis
media lain, diantaranya (Raharja, 1995):
1. Heler
2. White
3. Nitsch & Nitsch
4. Hildebrandt, Riker dan Duggar
5. Gautheret
6. Knudson
7. VAcin dan Went
8. Miller
9. Linsmaier & Skoog
10. Gamborg
11. Murashige
& Skoog
12. White,
diperkaya dengan fosfat dan diperkuat dengan senyawa organic seumber N serta
asam amino.
Media nomor 1 sampai dengan nomor 5 adalah media
dasar yang hanya berisi unsure makro dan unsure mikro. Untuk keperluan kultur jarigan,
media tersebut masih perlu ditambahkan bahan pelengkap berupa asam amino,
vitamin, gula dan hormone tumbuhan. pH disesuaikan sehingga nilainya berkisar
sekitar 5,6. Bahan-bahan lain yang dapat ditambahkan sebagai pelengkap misalnya
ekstrak tauge, ekstrak ujunga kecambah jagung dan air kelapa muda (Raharja,
1995).
Beberapa media dasar yang banyak digunakan antara lain media
dasar Murashige dan Skoog (1962) yang dapat digunakan untuk hampir semua
jenis kultur, media dasar B5 untuk kultur sel kedelai dan legume lainnya, media
dasar White (1934) sangat cocok untuk kultur akar tanaman tomat, media dasar
Vacin dan Went (1949) digunakan untuk kultur jaringan anggrek, media dasar
Nitsch dan Nitsch (1969) digunakan dalam kultur tepung sari (pollen) dan kultur
sel, media dasar Schenk dan Hildebrandt (1972) untuk kultur jaringan
tanaman monokotil, media dasar WPM (Woody Plant Medium, 1981) khusus untuk
tanaman berkayu, media dasar N6(1975) untuk serealia terutama padi. Untuk
eksplan dari tanaman keras sering menggunakan medium WPM, sedangkan untuk
tanaman semusim (sayuran dan tanaman hias) sering menggunakan medium MS. Medium
Kundson C cocok untuk menanam eksplan kelapa kopyor dan anggrek. Dari sekian
banyak media dasar di atas, yang paling banyak digunakan adalah media Murashige
dan Skoog (MS).
Keasaman pH adalah nilai derajat keasaman atau kebasaan dari
larutan dalam air. Keasaman (pH) suatu larutan menyatakan kadar dari ion H
dalam larutan. Nilai di dalam pH berkisar antara 0 (sangat asam) sampai 14 (sangat
basa), sedangkan titk netral adalah pH pada 7. Sel-sel tanaman yang
dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif
sempit dengan titik optimal antara pH 5,0-6,0. Bila eksplan mulai tumbuh, pH
dalam lingkungan kultur jaringan tanaman umumnya akan naik apabila nutrein
habis terpakai. Pengukuran pH dapat dilakukan dengan menggunakan pH meter, atau
bila menginginkan yang lebih praktis dan murah dapat digunakan kertas pH. Bila
ternyata pH medium masih kurang normal, maka dapat ditambah KOH 1-2 tetes.
Sedangkan apabila pH melampaui batas normal dinetralkan dengan penambahan HCL.
Menurut Gamborg dan Shyluk (1981) dalam Gunawan (1988),
sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,5–5,8.
Pengaturan pH, biasa dilakukan dengan dengan menggunakan NaOH (atau
kadang-kadang KOH) atau HCL pada waktu semua komponen sudah dicampurkan .
Faktor pH dalam media juga perlu mendapat perhatian khusus.
pH tesebut harus diatur sedemikian rupa,
hal ini ditujukan agar tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari
sitoplasma, sehingga media yang dibuat sesuai dengan kondisi yang menjadi
syarat untuk tumbuhnya eksplan dalam kultur jaringan. Selain itu, jika pH lebih
tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari
5.2, agar tidak dapat memadat. Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan
beberapa fisiologi sel, juga harus mempertimbangkan faktor-faktor:
o Kelarutan dari garam-garam penyusun
media.
o Pengambilan (uptake) dari zat
pengatur tumbuh dan garam – garam lain.
o Efisiensi pembekuan agar-agar.
Bahan pemadat media yang paling banyak digunakan adalah
agar-agar. Agar-agar adalah campuran polisakarida yang diperoleh dari beberapa
spesies algae. Dalam analisa unsur, diperoleh data bahwa agar-agar mengandung
sedikit unsur Ca, Mg, K, dan Na (Debergh, 1982 dalam Gunawan, 1992). Keuntungan
dari pemakaian agar-agar adalah :
o Agar-agar membeku pada suhu 45° C
dan mencair pada suhu 100°C sehingga dalam kisaran suhu kultur, agar-agar akan
berada dalam keadaan beku yang stabil.
o Tidak dicerna oleh enzim tanaman.
o Tidak bereaksi dengan persenyawaan -
persenyawaan penyusun media.
Media kultur merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan perbanyakantanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi
media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang dikulturkan. Contohnya komposisi Knudson C (1946),
Heller (1953), Nitsch dan Nitsch (1972),Gamborg dkk B5 (1976), Linsmaier dan
Skoog-LS (1965), Murashige dan Skoog MS(1962) serta woody plant medium-WPM
(Lloyd dan Mc Known, 1980). Komponen media kultur yang lengkap dan yang harus
diperhatikan dalam pembuatan media kultur adalah sebagai berikut :
o Air distilata (akuades) atau air
bebas ion sebagai pelarut atau solven.
o Hara-hara makro dan mikro.
o Gula (umumnya sukrosa) sebagai
sumber energy.
o Vitamin, asam amino dan bahan
organic lain.
o Zat pengatur tumbuh.
o Suplemen berupa bahan-bahan alami,
jika diperlukan.
o Agar-agar atau gelrite sebagai
pemadat media.( Endang Yuniastuti. 2008: 5)
Untuk memenuhi factor pertumbuhan tanaman, maka factor –
factor yang harus diperhatikan dalam pembuatan media kultur jaringan yang baik
adalah media yang mengandung:
1. Hara anorganik. Ada 12 hara mineral yang penting untuk
pertumbuhan tanaman dan beberapa hara yang dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan
in vitro. Untuk pertumbuhan normal dalam kultur jaringan, unsur – unsur penting
ini harus dimasukkan dalam media kultur. Perbandingan 5 media pada Tabel 12.1
memperlihatkan bahwa unsur esensial ini dimasukkan pada masing – masing media
tapi konsentrasinya berbeda karena diberikan dalam bentuk yang berbeda.
2. Hara organic. Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal
bersifat autotrof dan dapat mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya.
Meskipun tanaman in vitro dapat mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka
tidak menghasilkan vitamin dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat
dan satu atau lebih vitamin mesti ditambahkan ke media. Thiamin merupakan
vitamin yang penting, selain itu asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya
ditambahkan. Selain bahan organik tersebut, bahan kompleks seringkali
ditambahkan, termasuk ekstrak ragi, casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk,
jaringan pisang, dan lain – lain. Penambahan bahan kompleks ini menghasilkan
media yang tak terdefinisi. Dengan penelitian yang cukup, semestinya bahan
kompleks ini dapat diganti dengan zat tertentu, mungkin tambahan suatu vitamin
atau asam amino.
3. Sumber karbon. Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh
secara heterotrof dan karena mereka tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya,
maka sukrosa harus ditambahkan ke dalam media. Sumber karbon ini menyediakan
energy bagi pertumbuhan tanaman dan juga sebagai bahan pembangun untuk
memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan untuk tumbuh. Biasanya
sukrosa pada konsentrasi 1 – 5% digunakan sebagai sumber karbon tapi sumber
karbon lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan.
Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan
fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien oleh tanaman dalam kultur.
4. Agar. umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat
seperti gel dengan menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau
Phytagel. Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada
konsentrasi tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia,
sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi
seperti Difco BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan
lain yang mungkin mengganggu pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin kadang
– kadang digunakan pada lab komersial. Gel sintetis diketahui dapat menyebabkan
hyperhidration (vitrifikasi) yang merupakan problem fisiologis yang terjadi
pada kultur. Untuk mengatasi masalah ini, produk baru bernaman Agargel telah
diproduksi ole Sigma. Produk ini merupakan campuran agar dan gel sintetis dan
menawarkan kelebihan kedua produk sekaligus mengurangi problem vitrifikasi.
Produk ini dapat dibuat di lab dengan mencampurkan 1 g Gelrite (Phytagel)
dengan 4 g agar sebagai agen pengental untuk 1 L media.
5. pH. media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi
tanaman yang berbeda mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan
optimum. Jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan
jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat.
6. Zat Pengatur Tumbuh. Pada media umumnya ditambahkan zat
pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh akan dibahas tersendiri pada minggu 13.
7. Air. distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan,
dan banyak lab menggunakan aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab,
dengan alasan ekonomi, menggunakan air hujan, tapi ini menyebabkan sulit
mengontrol kandungan bahan organik dan non-organik pada media.
8. Pemilihan Media. Jika tidak ada informasi awal, biasanya
mulai dengan media MS (Murashige dan Skoog 1962). Media ini mengandung
konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi dibandingkan media lain, dan
telah sukses digunakan pada berbagai tanaman dikotil. Untuk inisiasi kalus,
2.4-D ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1 – 5 mgL-1. Untuk multiplikasi
tunas, sitokinin seperti BAP ditambahkan dan juga diberi auksin, seperti NAA
pada konsentrasi yang rendah. Untuk inisiasi akar, IBA pada konsentrasi 1 – 2
mgL-1 ditambahkan. Faktor yang paling sulit ditentukan dalam kultur jaringan
adalah zat pengatur tumbuh dan biasanya perlu melakukan penelitian kecil untuk
menentukan konsentrasi terbaik yang akan digunakan. Ada 2 pendekatan:
Pendekatan pertaman adalah dengan menggunakan media dasar MS dan meneliti
kisaran dua zat pengatur tumbuh yang berbeda pada media tersebut. (Anonimous,
2009).
Seperti halnya peralatan kultur, media yang digunakan juga
perlu dilakukan sterilisasi untuk menciptakan kondisi lingkungan yang aseptic
bagi eksplan. Untuk media kultur yang tidak mengandung bahan-bahan yang
Heat-labile, sterilisasi dilakukan dengan autoklaf pada temperature 121Oc,
tekanan antara 15 psi atau 1 atm dengan waktu antara 20-25 menit tergantung
dari volume wadah dan volume media. Untuk 15-50 ml media dalam tabung reaksi
atau botol kecil berukuran 50-100 ml, sterilisasi dilakukan pada tekanan 15 psi
dengan waktu 20 menit. Untuk 20 botol volume 1 liter membutuhkan waktu yang
lebih lama yaitu 34 menit, 10 botol volume 2 liter memerlukan waktu 37 menit, 5
botol 4 liter waktu yang digunakan 52 menit. Dengan waktu yang lebih lama.
Dalam sterilisasi aquadest dan media, setelah waktu
sterilisasi yang diinginkan sudah tercapai, autoklaf tidak boleh diturunkan
tekanannya secara mendadak. Bila tekanan diturunkan mendadak, cairan didalamnya
mendidih dan meluap (bubbled up). Untuk bahan-bahan yang heat-labile dalam
bentuk larutan, sterilisasi dilakukan dengan menyaring larutan melalui filter
yang mempunyai ukuran pori 0.20-0.22 um. Diameter filter yang bermacam-macam
tergantung dari volume larutan yang ingin disterilkan. Untuk volume larutan 10
ml, dipergunakan filter yang dipasang di ujung jarum suntik. Bahan yang heat
labile antara lain : GA3, Thiamin-HCL, Ca-panthothenate, Antibiotik:
carbenocilin (Anonimous, 2009).
KULTUR JARINGAN
TANAMAN ANGGREK
Langkah-langkah Teknik Kultur Jaringan
Salah satu aplikasi bioteknologi yaitu dengan
kultur jaringan. Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh kembangkan
bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik
secara in vitro. Teknik kultur jaringan dicirikan dengan kondisi yang aseptik
atau steril dari segala macam bentuk kontaminan, menggunakan media kultur yang
memiliki kandungan nutrisi yang lengkap dan menggunakan ZPT ( zat pengatur
tumbuh ), serta kondisi ruang tempat pelaksanaan kultur jaringan diatur suhu
dan pencahayaannya. (Yusnita, 2003: 1).
Sebenarnya kultur jaringan merupakan salah satu bentuk kloning pada
tumbuhan. Tumbuhan dapat diperbanyak melalui proses kultur jaringan karena
memiliki sifat totipotensi, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup
dilengkapi dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk
tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh. Proses kultur jaringan dimulai
dengan memotong bagian tanaman yang akan dibiakkan dalam media kultur. Bagian
tanaman yang akan dikulturkan ini disebut sebagai eksplan. Umumnya bagian
tanaman yang dijadikan eksplan adalah jaringan yang masih muda dan bersifat
meristematis, karena memiliki daya regenerasi yang tinggi dan masih aktif
membelah. Eksplan kemudian diletakkan dalam media kultur yang sesuai. Eksplan
tadi akan terus membelah membentuk masa sel yang belum terdifferensiasi, yaitu
kalus. Kalus kemudian dipindah dalam media differensiasi yang akan terus tumbuh
dan berkembang menjadi tanaman kecil atau planlet.
Teknik kultur jaringan merupakan cara perbanyakan tumbuhan secara
invitro. Perbanyakan invitro adalah penanaman jaringan atau organ
tumbuhan di luar lingkungan tumbuhnya
Kultur jaringan tanaman Anggrek
Melalui kultur jaringan ini, jaringan tumbuhan diambil sedikit, lalu
ditumbuhkan dalam media buatan sehingga tumbuh menjadi tanaman sempurna. Kultur
jaringan dilakukan berdasarkan pada prinsip totipotensi. Menurut prinsip
totipotensi setiap sel tumbuhan mengandung semua informasi genetik yang
diperlukan untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman lengkap.
Teknik kultur jaringan tidak dapat dilakukan di sembarang tempat. Teknik
ini harus dilakukan di dalam ruangan khusus yang steril agar terbebas dari
kontaminasi udara luar. Kultur jaringan dilakukan di dalam suatu laboratorium
khusus yang digunakan untuk kultur jaringan. Laboratorium berfungsi untuk
mengkondisikan kultur dalam suhu dan pencahayaan terkontrol yang dilengkapi
dengan alat dan bahan untuk pembuatan media. Pada dasarnya tumbuh-tumbuhan memiliki
daya regenerasi yang kuat. Dasar inilah yang akhirnya menjadi titik tolak
berkembangnya industri perbanyakan (propagasi) tanaman.
Bila sel-sel jaringan atau organ tanaman ditanam di luar lingkungan
tumbuhnya (invitro) dengan menggunakan larutan bahan makanan sintetik
ternyata dapat berenegerasi menjadi tunas dan akar yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi tanaman normal yang mampu hidup mandiri menjadi tumbuhan
yang utuh.
1. Langkah-Langkah Teknik Kultur
Jaringan
Kultur jaringan tumbuhan dapat dilakukan dengan langkah seperti terlihat
pada Gambar berikut ini. Dari gambar tersebut terlihat langkah-langkah yang
dilakukan sebagai berikut
(lihat Gambar).
a. Menyiapkan media tumbuh yang terdiri atas campuran garam mineral berisi
unsur makro dan mikro, asam amino, vitamin, gula serta hormon tumbuhan dengan
perbandingan tertentu.
b. Siapkan eksplan (jaringan yang akan dikultur). Pada gambar terlihat eksplan
berupa potongan dari akar tanaman wortel.
c. Tanamkan eksplan pada media yang telah disiapkan.
d. Setelah terbentuk calon tumbuhan (akar, tunas) maka dipindahkan ke media
tanah untuk tumbuh menjadi tanaman dewasa.
Kelebihan Kultur Jaringan
Kelebihan kultur jaringan antara lain:
- Tidak
memerlukan tempat yang luas.
- Tanaman
bisa diperbanyak dalam waktu yang singkat.
- Pelaksanaannya
tidak tergantung pada musim.
- Bibit
yang dihasilkan lebih sehat.
- Memungkinkan
adanya rekayasa genetika.
Selain itu juga memiliki
kelemahan-kelemahan, yaitu:
- Diperlukan
biaya awal yang relatif tinggi.
- Hanya
mampu dilakukan oleh orang-orang tertentu saja, karena memerlukan keahlian
khusus.
- Bibit
hasil kultur jaringan memerlukan proses aklimatisasi, karena terbiasa
dalam kondisi lembap dan aseptik. (Yusnita, 2003:8)
AKLIMATISASI KULTUR JARINGAN
TANAMAN ANGGREK
Aklimatisasi adalah masa adaptasi tanaman hasil
pembiakan pada kultur jaringan yang semula kondisinya terkendali kemudian
berubah pada kondisi lapangan yang kondisinya tidak terkendali lagi, disamping
itu tanaman juga harus mengubah pola hidupnya dari tanaman heterotrop ke tanama
autotrop.
Aklimatisasi atau
penyesuaian terhadap lingkungan baru dari lingkungan yang terkendali ke
lingkungan yang relatih berubah. Bibit anggrek hasil perbanyakan secara in
vitro membutuhkan proses adaptasi sebelum tumbuh besar menjadi tanaman.
Untuk itu perlu kiranya mengetahui tahapannya sebagai berikut :
- Kriteria bibit botol yang siap dikeluarkan
yaitu daun sudah menyentuh dinding atas botol, akar sudah tumbuh
dengan baik, media sudah habis/kering, atau jika bibit dalam botol
terkontaminasi jamur atau bakteri sehingga perlu segera dikeluarkan;
- Tulis
kode silangan atau nama jenis anggrek beserta tanggal keluar bibit botol gantungkan
di baki kompot, tulis juga dalam buku sewaktu-waktu dapat dilacak;
- Gunakan
tray plastik berlubang sebagai pengganti pot kompot
- Buka
tutup botol dan gunakan kawat berujung melengkung ‘U’ dan tarik satu persatu
bibit, usahakan akar terlebih dahulu yang di kelurkan;
- Untuk
mempercepat pekerjaan dapat pula dengan cara bungkus botol dengan koran dan
pukul belakang botol dengan palu hingga pecah;
- Setelah
bibit dikeluarkan, dibilas di atas tray plastik berlubang kemudian semprot
dengan air mengalir hingga sisa media agar yang menempel pada akar bersih;
- Tiriskan bibit yang bersih di atas kertas koran;
- Tanaman secara berkelompok bibit sesuai dengan ukuran bibit
yang besar terlebih dahulu kemudian bibit yang kecil dengan posisi bibit
berdiri;
- Setelah selesai menanam simpan kompot anggrek di tempat yang
teduh bersirkulasi udara baik;
- Semprot menggunakan handsprayer kompot anggrek tadi keesokan
harinya; setiap hari selama satu minggu;
- Setelah satu minggu pertama penyiraman sudah dapat
menggunakan air mengalir dari selang; pemupukan sudah dapat diaplikasikan
menggunakan pupuk yang berimbang kadar N:P:K = 21:21:21 dengan
konsentrasi ¼ anjuran dalam kemasan satu minggu dua kali;
- Penggunaan Vitamin B1 dapat juga digunakan dengan
konsentrasi 1/4/ anjuran dalam kemasan satu minggu sekali;
- Setelah kompot anggrek berumur kurang lebih 1 – 1,5 bulan
dengan ciri bibit sudah kekar dan akar baru sudah tumbuh, bibit dapat ditanam
dalam individual pot berukuran 5 cm dengan media pakis atau sabut kelapa. Bibit
dengan ukuran kecil dapat diteruskan penanamannya dalam kompot;
- Catatan: Masing-masing
nursery dan petani memiliki cara yang berbeda-beda. Cara yang kami lakukan bisa
disebut dengan cara kering, dengan maksud menghindari bibit terlalu sering
terkena air, karena akan mengakibatkan bibit menjadi lemas (osmosis rendah).
Sehingga bibit saat ditanam akan layu dan tidak dapat berdiri;
- Penggunaan fungisida yang biasa
digunakan dalam beberapa buku tentang aklimatisasi dengan merendam bibit
sebelum ditanam tidak kami lakukan kecuali bibit dalam botol sebelumnya sudah
terkontaminasi jamur.
Dalam melakukan aklimatisasi pengelompokan plantlet hasil seleksi.
Plantlet dikelompokan berdasarkan ukurannya untuk memperoleh bibit yang
seragam. Sebelum ditanam plantlet sebaiknya diseleksi dulu berdasarkan
kelengkapan organ, warna, hekeran pertumbuhan, dan ukuran. Plantlet yang baik
adalah yang organnya lengkap, mempunyai pucuk dan akar, warna pucuknya hijau
mantap artinya tidak tembus pandang dan pertumbuhan akar bagus.
Menurut Trubus (2005) ciri-ciri bibit yang berkulitas baik yaitu planlet tampak
sehat dan tidak berjamur, ukuran planlet seragam, berdaun hijau segar, dan
tidak ada yang menguning. Selain itu planlet tumbuh normal, tidak kerdil,
komposisi daun dan akar seimbang, pseudobulb atau umbi semu mulai tampak dan
sebagian kecil telah mengeluarkan tunas baru, serta memiliki jumlah akar
serabut 3 – 4 akar dengan panjang 1,5 – 2,5 cm. Prosedur pembiakan dengan
kultur in vitro baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi
ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi. Aklimatisasi bertujuan
untuk mempersiapkan planlet agar siap ditanam di lapangan. Tahap aklimatisasi
mutlak dilakukan pada tanaman hasil perbanyakan secara in vitro karena planlet
akan mengalami perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal
ini bisa dipahami karena pembiakan in vitro (dalam botol) semua faktor
lingkungan terkontrol sedangkan di lapangan faktor lingkungan sulit terkontrol
(Herawan, 2006; Yusnita, 2004).
Di dalam botol kultur, kelembapan
hampir selalu 100%. Aklimatisasi merupakan tahap kritis karena kondisi iklim
mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangat jauh
berbeda. Kondisi di luar botol berkelembapan nisbi jauh lebih rendah, tidak
aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi di
dalam botol.planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah
terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta
suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan.
Disamping itu, tanaman tersebut memperlihhatkan gejala ketidaknormalan, seperti
bersifat sangat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan jaringan vasikulernya
tidak berkembang sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya
stomata sebagaimana mestinya, struktur mesofil berubah, dan aktivitas
fotosintesis sangat rendah.
Aklimatisasi dilakukan dengan mengkondisikan planlet dalam media pengakaran ex
vitro. Media yang kita gunakan dalam proses aklimatisasi pada anggrek
adalah pakis dan arang kayu / genting. Selain itu juga kelembapan tempat
aklimatisasi di atur tetap tinggi pada minggu pertama, menurun bertahap pada
minggu–minggu berikutnya hingga tumbuh akar baru dari planlet. Cahaya diatur
dari intensitas rendah, meningkat secara bertahap. Sebaiknya suhu tempat
aklimatisasi dijaga agar tidak melebihi 32oC.
Setelah proses aklimatisasi anggrek
diperlakukan sebagai berikut:
a.
Compotting
Ukuran pot yang digunakan untuk kompot berdiameter sekitar 7 cm pada pot ini
diisi bibit sekitar 30 bibit anggrek atau tergantung ukuran bibitnya.
Pertama-tama pot yang akan digunakan diisi dengan sterofoam sekitar 1/3 bagian,
kemudian pakis cacah lalu bibit anggrek ditata dengan rapi..
b.
Seedling (Penanaman ke Single Pot)
Seedling adalah proses memindahkan bibit dari kompot ke pot individu. Seedling
dilakukan pada saat bibit berusia 5 bulan. Apabila tanaman terlambat diseedling
dapat mengakibatkan bibit dalam kompot kompetisi sehingga penyerapan hara
terhalang dan akar beresiko menjadi rusak. Biasanya seedling dilakukan
diletakkan di dalam gelas bekas air mineral. Media yang digunakan untuk setiap
anggrek berbeda-beda tergantung pada kebutuhan airnya. Media untuk Dendrobium
adalah sphagnum yang dibalutkan pada akar tanaman, kemudian tanaman ditanam
dalam gelas plastic yang telah diisi sterofoam dan pakis cacah. Biasanya juga
ditanam pada media pakis batangan yang kemudian diikat menggunakan tali raffia.
Ciri-ciri dari bibit yang siap di seedling yaitu ditandai dengan perakaran yang
tumbuh lebih kuat dan daun daun tampak sudah keluar dari bibir pot.
c.
Overpot (Pemindahan Bibit)
Overpot dilakukan ketika tanaman dalam single pot memenuhi syarat untuk
dipindahkan, yaitu ditandai denga banyaknya umbi. Tanamn dipindahkan ke pot
yang lebih besar. Biasanya dilakukan setelah seedling berumur 2-3 bulan. Media
yang digunakan adalah potongan pakis batangan yang disusun secara teratur atau
satu per satu dan diikat denga tali raffia.
d.
Repotting
Repotting atau pengepotan ulang adalah pemindahan tanaman tanaman dari pot yang
lama ke pot yang baru. Repotting dilakukan jika anggrek pada pot seedling telah
tumbuh besar dan memenuhi popt plastik. Pengepotan ulang dilakukan dengan
alasan media dalam pot seedling telah lapuk dan hancur sehingga ph menjadi
rendah (asam) dan rentan terhadap serangan penyakit (Parnata, 2005). Selain itu
juga untuk mengantisipasi media yang telah kehabisan unsur hara. Media untuk
repotting juga berbeda untuk setiap jenis anggrek tergantung kebutuhan airnya.
Cara Aklimatisasi (Anggrek)
Mengeluarkan anggrek dari dalam botol Sekitar 7-8 bulan setelah
berkecambah, anakan anggrek siap dikeluarkan dari dalam botol. Anakan anggrek
di dalam botol disebut dengan sedling. Sedling yang siap dikeluarkan mempunyai
akar yang banyak dan kelihatan kokoh. Mengeluarkan sedling dari dalam botol
harus berhati-hati. Sedling yang dikeluarkan dari botol sering tidak bisa
beradaptasi ketika dipindahkan ke kompot karena telah terbiasa hidup manja,
dengan makanan yang sudah disediakan di dalam botol. Pengeluaran sedling dari
dalam botol bisa dilakukan dengan dua cara sebagai berikut.
Cara Pertama
* Siapkan baskom yang berisi air bersih dan steril.
* Pecahkan botol di atas baskom. Kaca pecahan botol akan tenggelam dan anakan
anggrek akan mengambang di atas permukaan air.
* Cuci anakan anggrek hingga bersih dan tidak terdapat agar-agar. Agar-agar
yang masih menempel dapat menyebabkan tumbuhnya jamur yang merugikan anggrek.
* Rendam anakan anggrek di dalam physan (zat anti jamur) dengan dosis 2-3 mg
per satu liter air agar tidak ditumbuhi jamur.
* Letakkan anakan anggrek di atas Koran dan diangin-anginkan agar bebas dari
air.
* Setelah kering, pindahkan anggrek ke dalam kompot. Satu kompot bisa digunakan
untuk 20-40 anakan anggrek, tergantung pada ukuran kompot dan besarnya anakan.
Cara Kedua
* Buka tutup botol dan masukkan air sampai setengahnya.
* Goyang-goyangkan botol hingga tanaman dan akarnya terpisah dari agar-agar.
* Keluarkan anakan anggrek menggunakan pinset atau kawat yang ujungnya
dibengkokkan membentuk huruf “U”. Caranya dengan mengaitkan dan menarik akar
anakan anggrek keluar sampai terjatuh ke dalam baskom yang berisi air bersih
dan steril.
* Langkah selanjutnya sama seperti cara pertama.
Memindahkan anakan ke kompot
Setelah anakan anggrek dikeluarkan dari dalam botol, langkah selanjutnya adalah
menanamnya di kompot. Kompot yang digunakan berdiameter 7, 12, 16, atau 20cm. Kompot
tersebut tidak terlalu tinggi atau dalam, tetapi menyerupai cobek (tempat
membuat sambal dari tanah liat). Kompot ada yang terbuat dari tanah atau
plastik.
Media tanam yang digunakan bisa berupa pakis, sabut kelapa, moss (Lumut), akar
kadaka dan kulit pinus. Sebelum digunakan, media tersebut harus direbus di
dalam air selama 30 menit agar terbebas dari tanin atau zat perangsang
pertumbuhan jamur.