DORMANSI BIJI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Benih dikatakan dorman
apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah
walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah
memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan. Dormansi pada benih
berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun
tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya (Sutopo, 2004).
Masih sangat kepustakaan mengenai hubungan antara ukuran atau bobot
benih dengan masa hidup benih yang dilakukan melalui percobaan
penyimpanan. Akan tetapi penelitian yang memperlihatkan keunggulan benih
berat dan masak terhadap benih ringan dan belum masak melalui uji daya
kecambah, vigor dan panennya, telah banyak dilakukan. Meski demikian
penelitiannya mendukung pendapat bahwa kelemahan-kelemahan yang terdapat
pada benih belum masak juga terdapat pada benih kecil (Justice dan
Bass, 1990).
Biji-biji dari banyak spesies tidak akan
berkecambah pada keadaan gelap. Biji-biji itu memerlukan rangsangan
cahaya. Nampaknya ada dua himpunan tekanan ekologis yang
mempengaruhinya. Pertama, biji-bijian dari banyak tanaman-tanaman
pengganggu, seperti halnya berbagai macam spesies Chenopodium yang
merupakan ciri dari tanah dan mungkin terkubur pada kedalaman tertentu
karena pengolahan tanah nampaknya memerlukan kondisi yang baik untuk
mengatasinya bila mereka tidak berkecambah sampai mereka dapat kembali
muncul ke permukaan (Andani dan Purbayanti, 1991).
Pengurangan
kandungan lengas biji, serta suhu dan kelembaban relatif di tempat biji
disimpan, memperpanjang umur penyimpanan kebanyakan biji. Laju
perkecambahan menurun dengan menurunnya potensial lengas tanah dan untuk
jagung, berhenti pada 1,25 Mpa. Suhu tanah 26o – 30o C adalah optimum
untuk perkecambahan dan pertumbuhan semai awal (Tohari, 1999).
Zat-zat penghambat perkecambahan yang diketahui terdapat pada tanaman
antara lain adalah ammonia, abscisis acid, benzoic acid, ethylene,
alkaloid, alkaloids lactone (antara lain coumarin). Coumarin diketahui
menghambat kerja enzim. Enzim penting dalam perkecambahan (Sutopo,
2004).
Perkecambahan mencapai puncaknya sebesar 72% pada tahun
ketujuh. Setelah panen, pendinginan di laboratorium dengan larutan KNO3
merangsang perkecambahan hampir seluruh biji (Gardner dkk, 1991).
Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh kulit biji
yang keras terhadap perkecambahan dan untuk mengetahui pengaruh
bahan-bahan kimia dan fisika terhadap perkecambahan biji.
Kegunaan Percobaan
-
Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di
Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Benih-benih tertentu, misalnya benih padi yang baru dipanen dapat
mengalami dormansi. Tetapi dormansi ini dapat dipecahkan jika benih
telah mengalami penyimpanan kering yang disebut dengan after-ripening.
Perlakuan benih dengan suhu tinggi dilaporkan dapat memecahkan dormansi
benih ini. Di lapangan kadang-kadang terjadi kegagalan penanaman padi
akibat fenomena ini. Petani mengeluh bahwa benih yang disemai tidak
tumbuh merata dan menyalahkan bahwa pedagang benih telah menjual benih
yang kadaluarsa. Sebenarnya, benih tersebut belum cukup waktu melampaui
periode after-ripeningnya (Mugnisjah dkk, 1994).
Pertumbuhan
embrio ditahan pada saat benih masak, tetapi mulai lagi pada
perkecambahan. Benih membutuhkan air untuk berkecambah, oksigen, dan
temperatur dimana suhunya antara 5o – 45o C. Benih yang berkecambah
memerlukan tiga faktor yang dibuat perkecambahan masak. Benih yang baru
saja dipanen, walaupun tidak mengalami perkecambahan, tetapi memasuki
tahap dormansi dan gagal merespon kondisi berkecambah (Thomson, 1990).
Dormansi merupakan strategi benih-benih tumbuhan tertentu agar dapat
mengatasi lingkungan sub-optimum guna mempertahankan kelanjutan
spesiesnya. Terdapat berbagai penyebab dormansi benih yang pada garis
besarnya dapat digolongkan kedalam adanya hambatan dari kulit benih
(misalnya pada benih lamtoro karena kulit benih yang impermeabel
terhadap air) atau bagian dalam benihnya (misalnya pada benih melinjo
karena embrio yang belum dewasa). Benih yang mengalami dormansi organik
ini tidak dapat berkecambah dalam kondisi lingkungan perkecambahan yang
optimum (Sadjad, 1993).
Dormansi adalah suatu keadaan dimana
pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk
terjadinya perkecambahan. Pada beberapa jenis varietas tanaman tertentu,
sebagian atau seluruh benih menjadi dorman sewaktu dipanen, sehingga
masalah yang sering dihadapi oleh petani atau pemakai benih adalah
bagaimana cara mengatasi dormansi tersebut. Struktur benih (kulit benih)
yang keras sehingga mempersulit keluar masuknya air kedalam benih
(http://id.wikipedia.org, 2008).
Dormansi dapat diatasi dengan melakukan perlakuan. Perlakuan sebagai berikut :
1.
Pemarutan atau penggoresan (skarifikasi, scarification) yaitu dengan
cara menghaluskan kulit benih atau menggores kulit benih agar dapat
dilalui air dan udara.
2. Melepaskan kulit benih dari sifat kerasnya
agar dengan demikian terjadi lubang-lubang yang memudahkan air dan udara
melakukan aliran yang mendorong perkecambahan.
3. Perusakan strophiole benih yang menyumbat tempat masuknya air.
4. Stratifikasi terhadap benih dengan suhu rendah ataupun suhu tinggi.
5. Pemberian bahan kimia.
(Kartasapoetra, 2003).
Istilah yang pernah digunakan untuk menjelaskan dormansi dan yang
paling lazim adalah istilah istirahat dan pasif. Lebih banyak istilah
yang menyertakan kata dormansi di belakang kata keadaan (adjektif),
misalnya primer, sekunder, bawaan, dan sebagainya. Secara logis
menjelaskan pentingnya kesatuan istilah dan menganjurkan tiga istilah
baru saja, yakni endodormansi, ekodormansi, dan paradormansi. Di
laboratorium dan di bidang pertanian (bila perlu) digunakan alkohol atau
pelarut lemak (yang menghilangkan bahan berlilin) yang kadang
mengahalangi masuknya air / asam pekat. Sebagai contoh, perkecambahan
biji kapas dan kacangan tropika dapat sangat dipacu dengan merendam biji
terlebih dahulu dengan asam sulfat selama beberapa menit sampai satu
jam dan selanjutnya dibilas untuk menghilangkan asam itu (Salisbury dan
Ross, 1992).
Substansi yang larut kemudian dapat membawa embrio
dan respirasi, dimana dormansi biji prosesnya tidak dapat dilihat dapat
menunjukkan kemampuan besar. Pada beberapa benih seperti beras, rumput,
respirasi anaerob memerlukan energi untuk pertumbuhan embrio, tetapi
kebanyakan benih energi disuplai dalam bentuk respirasi anaerob (Stern
dkk, 2004).
Contoh yang paling mudah mengenai dormansi adalah
adanya kulit biji yang keras yang menghalangi penyerapan oksigen atau
air. Kulit biji yang keras itu lazim terdapat pada anggota famili
Fabaceae (Leguminosae) walaupun tidak terdapat pada buncis atau kapri
yang menunjukkan bahwa dormansi tidak umum pada spesies yang
dibudidayakan (http://www.google.com, 2008).
Gejala dormansi
dapat dijumpai pada biji dan organ tumbuhan lainnya seperti tunas,
rhizome, dan umbi lapis (bulb). Faktor-faktor yang menyebabkan dormansi
pada biji dapat dikelompokkan dalam:
a. Faktor lingkungan eksternal, seperti cahaya, temperatur, dan air,
b. Faktor internal, seperti kulit biji, kematangan embrio,
c. Faktor waktu, seperti waktu setelah pematangan, hilangnya inhibitor (http://en.wikipedia.org, 2008).
Lamanya dormansi dapat diperpanjang dengan merendahkan suhu
penyimpanan. Pada penelitiannya dengan menggunakan benih barley, oats,
dan sorghum yang berbeda-beda. Brown mendapatkan bahwa dormansi pada
hampir semua kultivar benih yang banyak terjadi dapat dipatahkan dengan
menyimpannya pada suhu 40o C. Robert mendapatkan bahwa dormansi pada
beberapa kultivar Thai Chu 65 sampai lebih dari 100 hari (waktu 100 hari
untuk mematahkan 50% benih dorman) pada kultivar Masalaci. Hull
mematahkan dormansi pada benih kacang tanah jalar Florida dengan
menyimpannya pada suhu 20o – 25o C dan 40o C. Justice mendapatkan bahwa
satu-satunya cara mematahkan dormansi benih Cyperus rotundus adalah
dengan menempatkannya pada lapisan basah pada suhu 40o C selama tiga
hingga enam minggu (Justice dan Bass, 1990).
Dormansi pada beberapa jenis benih disebabkan oleh:
1. Struktur benih, misalnya kulit benih, braktea, gulma, perikarp, dan membran yang mempersulit keluar masuknya air dan udara,
2. Kelainan fisiologis pada embrio,
3. Penghambat (inhibitor) perkecambahan atau penghalang lainnya,
4. Gabungan dari faktor-faktor di atas
(Justice dan Bass, 1990).
Menurut http://elisa.ugm.ac.id (2008) tipe dormansi adalah sebagai berikut:
1. Dormansi Mekanis
Perkembangan embrio secara fisis terhambat karena adanya kulit biji / buah yang keras.
2. Dormansi fisis
Imbibisi / penyerapan air terhalang oleh lapisan kulit biji / buah yang
impermeabel pada beberapaa legum dan myrtaceae. Fluktuasi, suhu,
skarifikasi mekanis, pemberian air panas atau bahan kimia.
3. Dormansi chemis
Buah atau biji mengandung zat penghambat (chemical inhibitory compound)
yang menghambat perkecambahan. Pencucian (leaching) oleh air,
dekomposisi bertahap pada jaringan buah, menghilangkan jaringan buah dan
mencucinya dengan air.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada tanggal 20 September
2008 pada pukul 08.00 WIB pada ketinggian 25 m dpl.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 30 biji tomat, 4
biji jarak, 5 biji sawo, 5 biji sirsak, 5 biji lengkeng, 5 biji apel
sebagai objek percobaan, aquades untuk merendam biji jarak, lengkeng,
sawo, sirsak, dan apel, larutan coumarin untuk merendam biji tomat, asam
sulfat (H2SO4¬) untuk merendam biji jarak, lengkeng, sawo, sirsak, dan
apel, air panas untuk merendam biji jarak, lengkeng, sawo, sirsak, dan
apel, ekstrak tomat untuk merendam biji tomat, KNO3 untuk merendam biji
jarak, lengkeng, sawo, sirsak, dan apel, kertas pasir untuk mengikir /
menghaluskan kulit biji yang keras dan tebal, kertas merang sebagai
media perkecambahan biji tomat, pasir sebagai media perkecambahan biji
jarak, lengkeng, sawo, sirsak, dan apel, karet gelang untuk mengikat
cawan petri, label nama untuk menandai cawan petri.
Adapun alat
yang digunakan adalah cawan petri sebagai tempat perkecambahan, gelas
beaker untuk tempat merendam biji, bak perkecambahan sebagai tempat
pekecambahan.
Prosedur Percobaan
a. Disiapkan bak perkecambahan, diisi dengan pasir.
b. Disediakan 5 biji lengkeng, 5 biji sirsak, 4 biji jarak, 5 biji apel, 5 biji sawo. Masing-masing diberi perlakuan:
- Direndam biji jarak, lengkeng, sawo, sirsak, dan apel dalam aquades 15 menit.
-
Dikikir biji jarak, lengkeng, sirsak, dan sawo dengan kertas pasir dan
direndam dalam aquades selama 15 menit, kecuali biji apel.
- Direndam biji jarak, lengkeng, sawo, sirsak, dan apel dalam air panas selama 15 menit.
- Direndam biji jarak, lengkeng, sawo, sirsak, dan apel dalam H2SO4 5cc / L air selama 15 menit.
- Direndam biji jarak, lengkeng, sawo, sirsak, dan apel dalam KNO3 5cc / L air selama 15 menit.
- Ditanam biji jarak, lengkeng, sawo, sirsak, dan apel di bak perkecambahan yang telah diisi pasir dan diberi label.
- Diamati persentase perkecambahan setelah setelah 3 hari dan 6 hari.
c. Disediakan 30 biji tomat yang telah dikeringkan.
- Disediakan 3 buah cawan petri yang telah dilapisi dengan kertas merang.
- Diletakkan ke dalam cawan petri masing-masing 30 biji tomat dan diberi perlakuan:
- 10 biji tomat + ekstrak tomat
- 10 biji tomat + aquades
- 10 biji tomat + coumarin
- Ditutup cawan dan diikat karet gelang, lalu diberi label.
- Diamati persentase perkecambahan setelah 3 hari dan 6 hari
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Komoditi : Tomat
No Perlakuan Biji 3 Hari 6 Hari
%
%
1 Ekstrak tomat 0 0 0 0
2 Aquades 3 30 10 100
3 Coumarin 0 0 0 0
Komoditi : Lengkeng, Sirsak, Jarak, Apel, Sawo
Pengamatan 3 Hari
No BIJI PERLAKUAN
Dikikir Aquades Air Panas H2SO4 KNO3
%
%
%
%
%
1 Lengkeng - - 2 40 - - 2 40 - -
2 Sirsak - - - - - - - - - -
3 Jarak 2 50 3 75 3 75 3 75 1 25
4 Apel - - - - - - - - - -
5 Sawo - - - - - - - - - -
Pengamatan 6 Hari
No BIJI PERLAKUAN
Dikikir Aquades Air Panas H2SO4 KNO3
%
%
%
%
%
1 Lengkeng - - 3 60 5 100 2 40 2 50
2 Sirsak - - - - - - - - - -
3 Jarak - - 2 50 4 100 4 100 2 50
4 Apel - - - - - - - - - -
5 Sawo - - - - - - - - - -
Perhitungan
Komoditi : Tomat
Pengamatan 3 Hari
Perlakuan Aquades
Pengamatan 6 Hari
Perlakuan Aquades
Komoditi : Lengkeng
Pengamatan 3 Hari
Perlakuan Aquades
Perlakuan H2SO4
Komoditi : Jarak
Pengamatan 3 Hari
Perlakuan Dikikir
Perlakuan Aquades
Perlakuan Air Panas
Perlakuan H2SO4
Perlakuan KNO3
Komoditi : Lengkeng
Pengamatan 6 Hari
Perlakuan Aquades
Perlakuan Air Panas
Perlakuan H2SO4
Perlakuan KNO3
Komoditi : Jarak
Pengamatan 6 Hari
Perlakuan Aquades
Perlakuan Air Panas
Perlakuan H2SO4
Perlakuan KNO3
Pembahasan
Pada
perlakuan air panas diperoleh hasil perkecambahan biji lengkeng sebesar
100% dan biji jarak 100% pada hari ke-6. Dapat disimpulkan bahwa air
panas dapat menambah suhu biji sehingga merangsang berakhirnya masa
dormansi. Hal ini sesuai dengan literatur Justice dan Bass (1990) yang
menyatakan bahwa dormansi pada hampir semua kultivar benih yang banyak
terjadi dapat dipatahkan dengan menyimpannya pada suhu 40oC.
Pada
perlakuan aquades diperoleh hasil perkecambahan biji lengkeng sebesar
60% dan biji jarak sebesar 50% pada hari ke-6. Ini menandakan bahwa
aquades / air merupakan salah satu faktor yang dapat mematahkan
dormansi. Hal ini sesuai dengan literatur Thomson (1990) yang menyatakan
bahwa benih membutuhkan air untuk berkecambah, oksigen, dan temperatur
dimana suhunya antara 5o – 45o C.
Pada perlakuan dikikir pada
biji jarak dengan kertas pasir menunjukkan pertumbuhan sebesar 50% pada
hari ke-3. Ini menunjukkan bahwa metode kikir atau skarifikasi dapat
mematahkan dormansi. Hal ini sesuai dengan literatur Kartasapoetra
(2003) yang menyatakan bahwa dormansi dapat diatasi dengan melakukan
pemarutan atau penggoresan yaitu dengan menghaluskan kulit benih agar
dapat dilalui air dan udara.
Pada perlakuan coumarin dan ekstrak
tomat, biji tomat sama sekali tidak berkecambah pada data hari ke-3
maupun hari ke-6. Ini menandakan bahwa coumarin ataupun ekstrak tomat
menghambat pertumbuhan biji tomat sehingga biji tomat tidak berkecambah.
Hal ini sesuai dengan literatur Sutopo (2004) yang menyatakan bahwa
zat-zat penghambat perkecambahan yang diketahui terdapat pada tanaman
antara lain coumarin. Coumarin diketahui menghambat kerja enzim-enzim
penting dalam perkecambahan.
Pada perlakuan asam sulfat (H2SO4)
pada biji lengkeng menunjukkan pertumbuhan sebesar 40% dan pada biji
jarak menunjukkan pertumbuhan sebesar 100% pada hari ke-6. Ini
menunjukkan bahwa H2SO¬4 memacu perkecambahan biji. Hal ini sesuai
dengan literatur Salisbury dan Ross (1992) yang menyatakan bahwa
perkecambahan dapat sangat dipacu dengan merendam biji terlebih dahulu
dengan asam sulfat selama beberapa menit sampai satu jam selanjutnya.
Pada perlakuan KNO3 pada biji lengkeng menunjukkan pertumbuhan sebesar
40% dan biji jarak menunjukkan pertumbuhan sebesar 50% pada hari ke-6.
Ini menandakan KNO3 dapat mematahkan dormansi karena cepat merangsang
perkecambahan biji. Hal ini sesuai dengan literatur Gardner dkk (1991)
yang menyatakan bahwa larutan KNO3 merangsang perkecambahan pada hampir
seluruh biji.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pada perlakuan ekstrak tomat, biji tomat yang berkecambah adalah 0% pada hari ke-6.
2. Pada perlakuan aquades, biji tomat yang berkecambah adalah 100% pada hari ke-6.
3. Pada perlakuan coumarin, biji tomat yang berkecambah adalah 0% pada hari ke-6.
4. Pada perlakuan dikikir, biji lengkeng yang berkecambah adalah 0%, dan biji jarak berkecambah 50% pada hari ke-6.
5.
Pada perlakuan perendaman dalam aquades, biji lengkeng yang berkecambah
adalah 60%, dan biji jarak berkecambah 50% pada hari ke-6.
6. Pada
perlakuan perendaman dalam air panas, biji lengkeng yang berkecambah
adalah 100%, dan biji jarak berkecambah 100% pada hari ke-6.
Saran
Pada percobaan ini sebaiknya dilakukan lebih teliti agar didapatkan hasil yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Andani, S dan E.D. Purbayanti., 1991. Fisiologi Tanaman Lingkungan. UGM Press, Yogyakarta
Gardner, F.P., R.B. Pearce, R.L. Mitchell., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan Herawati Susilo. UI Press, Jakarta
http://elisa.ugm.ac.id., 2008. Tipe Dormansi. Diakses tanggal 25 September 2008
http://en.wikipedia.org., 2008. Dormansi Biji. Diakses tanggal 18 September 2008
http://id.wikipedia.org., 2008. Dormansi Biji. Diakses tanggal 18 September 2008
http://www.google.co.id., 2008. Dormansi Biji. Diakses tanggal 18 September 2008
Justice, O.L dan L.N. Bass., 1990. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Rajawali Press, Jakarta
Kartasapoetra, A.G., 2003. Teknologi Benih. Rineka Cipta, Jakarta
Mugnisjah,
W.Q., A. Setiawan, Suwarto, C. Santiwa., 1994. Panduan Praktikum dan
Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta
Sadjad, S., 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo, Jakarta
Salisbury, F.B., dan C.W. Ross., 1992. Fisiologi Tumbuhan. ITB Press, Bandung
Sutopo, L., 2004. Teknologi Benih. Penerbit Rajawali, Jakarta
Stern, K.R., S. Jansky, J.E. Bidlack., 2004. Introdution Plant Biology. McGraw-Hill Book Company Inc, London
Thomson, J.R., 1990. An Introduction to Seed Technology. Leonard Hill, London
Tohari., 1999. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. UGM Press, Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar