PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyediaan bibit dalam pengembangan
suatu tanaman atau dalam suatu proses produksi merupakan salah satu aspek yang
sangat penting. Proses produksi skala besar seperti tanaman hortikultura akan
memerlukan bibit dalam jumlah besar, bibit dari varietas unggul, bebas hama dan
penyakit dan penyediaan yang kontinyu. Bibit dari suatu varietas unggul yang
dihasilkan oleh pemulia tanaman jumlahnya sangat terbatas, sedangkan bibit
dibutuhkan sangat banyak. Beberapa tanaman perekbunan banyak yang sulit
diperbanyak dengan konvensional baik secara vegetatif maupun generatif, selain
itu bila diperbanyak dengan cara cangkok, stek, atau penempelan memerlukan
bahan tanaman yang sangat besar untuk medapatkan bibit dalam jumlah besar.
Kakao merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya
sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping
itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan
agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan
kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang
sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan
sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan
kelapa sawit dengan nilai sebesar US $ 701 juta.
Perkebunan kakao Indonesia mengalami
perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an dan pada tahun 2002, areal
perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 914.051 ha dimana sebagian besar
(87,4%) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 6,0% perkebunan besar negara serta
6,7% perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian
besar adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Disamping itu juga diusahakan
jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Indonesia sebenarnya berpotensi
untuk menjadi produsen utama kakao dunia, apabila berbagai permasalahan utama
yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dan agribisnis kakao dikembangkan
dan dikelola secara baik. Indonesia masih memiliki lahan potensial yang cukup
besar untuk pengembangan kakao yaitu lebih dari 6,2 juta ha terutama di Irian
Jaya, Kalimantan Timur, Sulawesi Tangah Maluku dan Sulawesi Tenggara. Disamping
itu kebun yang telah di bangun masih berpeluang untuk ditingkatkan
produktivitasnya karena produktivitas rata-rata saat ini kurang dari 50%
potensinya. Di sisi lain situasi perkakaoan dunia beberapa tahun terakhir
sering mengalami defisit, sehingga harga kakao dunia stabil pada tingkat yang
tinggi. Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik untuk segera
dimanfaatkan. Upaya peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang stratigis karena
pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih
belum tergarap.
Dengan kondisi harga kakao dunia
yang relatif stabil dan cukup tinggi maka perluasan areal perkebunan kakao
Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut dan hal ini perlu mendapat dukungan
agar kebun yang berhasil dibangun dapat memberikan produktivitas yang tinggi.
Melalui berbagai upaya perbaikan dan perluasan maka areal perkebunan kakao
Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 1,1 juta ha dan diharapkan
mampu menghasilkan produksi 730 ribu ton/tahun biji kakao. Pada tahun 2025,
sasaran untuk menjadi produsen utama kakao dunia bisa menjadi kenyataan karena
pada tahun tersebut total areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan
mencapai 1,35 juta ha dan mampu menghasilkan 1,3 juta ton/tahun biji kakao.
Untuk mencapai sasaran produksi
tersebut diperlukan investasi sebesar Rp 16,72 triliun dan dukungan berbagai
kebijakan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif. Dana investasi tersebut
sebagian besar bersumber dari masyarakat karena pengembangan kakao selama ini
umumnya dilakukan secara swadaya oleh petani. Dana pemerintah diharapkan dapat
berperan dalam memberikan pelayanan yang baik dan dukungan fasilitas yang tidak
bisa ditanggulangi petani seperti biaya penyuluhan dan bimbingan, pembangunan
sarana dan prasaran jalan dan telekomunikasi, dukungan gerakan pengendalian
hama PBK secara nasional, dukungan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan
industri hilir.
Beberapa kebijakan pemerintah yang sangat dibutuhkan
dalam pengembangan agribisnis kakao 5 sampai 20 tahun ke depan antara lain:
Penghapusan PPN dan berbagai pungutan, aktif mengatasi hambatan ekspor dan
melakukan lobi untuk menghapuskan potangan harga, mendukung upaya pengendalian
hama PBK dan perbaikan mutu produksi serta menyediakan fasilitas pendukungnya
secara memadai
Oleh kerena itu pada
produksi bibit kako ini dilakukan secara kultur jaringan. Salah satu keunggulan
dari teknologi kultur jaringan ini dapat menghasilkan bibit tanaman yang seragam
dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat. Hasilnya juga memiliki
karakteristik tertentu yang menguntungkan, seperti tahan hama penggerek buah
kakao (PBK), produksi tinggi dengan kandungan lemak tinggi. Dengan demikian
kata Maulidin, dapat dikembangkan dalam skala besar untuk menghasilkan produksi
dalam bentuk biji kakao.
Praktik produksi bibit tanaman kakao
ini diharapkan mahasiswa dapat terampil, lebih mengetahui dan memahami dengan
jelas, baik dalam ilmu pengetahuan dan praktikum produksi bibit tanaman kakao
yang dilaksanakan.
Bahan-bahan yang digunakan
yaitu : unsur hara makro, unsur hara mikro, unsur hara besi, vitamin, zat
pengatur tumbuh (ZPT), sukrosa, gula pasir, agar-agar, tisu, alkohol 96 %,
alkohol 70 %, klorok, spirtus, mata pisau, eksplan bunga lili, planlet lili,
bakterisida, detergen, fungisida, air kran, air destilata, air destilata
steril, plastik wraffing, plastik penutup media, karet gelang, kertas
label, spidol, korek api, tabung gas, NaOH, HCL, alumunium foil, kertas, pot,
media pakis, pasir steril, kantong polibag, dan kain.
Pembuatan media
Pembuatan media tanam dalam
perbanyakan tanaman dengan metode teknik kultur in vitro merupakan
kegiatan yang paling penting dan memerlukan ketelitian serta pemahaman yang
jelas dalam proses pembuatannya.
Pembuatan media
kultur dimulai dari sterilisasi botol kultur. Botol kultur yang akan digunakan
dalam pembuatan media sebelumnya dicuci dengan menggunakan detergen dan dibilas
di air mengalir sampai bersih. Botol setelah dicuci kemudian di keringkan, lalu
disterilisasi dalam oven. Tahap selanjutnya adalah pembuatan larutan stok hara
makro, mikro, vitamin dan zat pengatur tumbuh.
Media yang
digunakan yaitu komposisi media MS (Murashige dan Skoog). Komposisi media MS
terdiri dari unsur hara makro, mikro, Fe (Besi), vitamin dan ZPT. Media
yang digunakan untuk inisiasi staminodia kakao yaitu MS + 2 ppm
2,4-D + 0,1 mg adenine sulfat + 0,5 mg arang aktif, dan media yang
digunakan untuk inisiasi embriozigotik kakao yaitu MS + 3 ppm IBA + 2 ppm
KINETIN + air kelapa 10 %.
Pembuatan media
kultur selanjutnya yaitu penyiapan alat dan bahan, serta pelabelan nama media
pada botol. Air akuades dimasukkan ± 300 ml pada erlenmayer, kemudian larutan
stok makro, mikro, vitamin, dan ZPT dimasukkan juga ke dalam erlenmayer sesuai
dengan pengambilan pada masing-masing larutan stok. Sukrosa dan agar ditimbang
masing-masing sebanyak 30 gram/ liter dan 7 gram/liter agar-agar. Sukrosa
kemudian dimasukkan ke dalam erlenmayer lalu diaduk sampai homogen pada hotplate
menggunakan magnetik stirrer. Larutan media kemudian ditera dengan air
akuadesi ¾ larutan media (1 liter). Setelah itu ukur pH larutan sekitar 5,8,
apabila lebih dari 5,8 maka harus ditambahan HCl dan apabila kurang dari 5,8
harus ditambahkan NaOH sedikit-sedikit sampai mencapai pH 5,8. masukkan
agar-agar lalu media ditera dengan air destilata lagi sampai 1000 ml kemudian
dituangkan pada wajan. Larutan media dimasak pada kompor gas sambil diaduk
sampai agar-agar homogen dan mendidih ditandai dengan larutan berwarna jernih.
Media dituangkan pada botol kultur ± 30 ml/botol. Botol tersebut kemudian
ditutup dengan alumunium foil. Media kemudian disterilisasi dalam autoklaf
elektrik pada tekanan 1,5 MPa, suhu 121oC selama 20 menit dan
disimpan di ruang media pada suhu ruangan yaitu 26 – 28oC.
Inisiasi staminodia kakao
Prosedur inisiasi daun kakao adalah
sebagai berikut :
1.
Kuncup bunga dipanen pada pagi hari
2.
Sterilisasi kuncup bunga dengan
larutan klorok 5 % selama 10 menit kemudian dibilas dengan akuades steril 3 x @ 5 menit
3.
Eksplan ditiriskan
dan disimpan diatas petridis steril
4.
Potong 1/3
bagian pangkal bunga secara cermat dan steril
5.
Inokulasi
bagian staminodia dan petal secara terpisah
6.
Inkubasi di ruang gelap pada suhu 25 – 30oC selama 14 hari
Iniasiasi embriozigotik kakao
Prosedur inisiasi anther kakao
adalah sebagai berikut :
1.
Buah diambil berumur 90 – 120 hari
2.
Buah dicuci bersih di air mengalir
kemudian dikupas kulitnya
3.
Eksplan
disterilisasi di dalam laminar (laminar sudah disterilisasi) dengan cara celup
bakar dalam alkoho 96 % selama 3 x.
4.
Embrionya
diambil dari buah secara hati-hati kemdian diinokulasi pada media
embriozogotik kakao
5.
Simpan di ruang
gelap pada suhu 25 – 26oC
0 komentar:
Posting Komentar